Kebijakan Kemasan Rokok Polos Dikhawatirkan Meningkatkan Konsumsi Rokok Ilegal
Ketum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia Benny Wachjudi, Ketum Gabungan Perserikatan Pabtik Rokok Indonesia Henry Najoan, Kepala Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho dan Direktur Komunikasi & Bimbingan Pengguna Jasa Dir-David Gita Roza-Investor Daily
BELITONGEKSPRES.COM - Pemerintah berencana memberlakukan kebijakan kemasan rokok polos dengan desain seragam, yang dikhawatirkan akan berdampak negatif pada konsumsi rokok ilegal di Indonesia. Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) mengungkapkan bahwa kebijakan ini bisa semakin mempersulit sektor industri tembakau nasional, yang sebelumnya sudah tertekan dengan kenaikan tarif cukai.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah merancang regulasi yang mengharuskan seluruh kemasan rokok memiliki ukuran, warna, dan desain yang sama atau polos. Namun, Ketua Umum Gaprindo, Benny Wachjudi, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa kebijakan ini justru bisa membingungkan konsumen dalam membedakan antara rokok legal dan ilegal. Menurut Benny, hal ini berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal di pasar.
“Kenaikan tarif cukai dan kebijakan ini tentu menjadi beban tambahan. Dengan semua kemasan yang seragam, konsumen akan kesulitan membedakan mana rokok yang legal dan mana yang ilegal,” ujar Benny dalam diskusi yang digelar oleh B-Universe di Pantai Indah Kapuk 2, Kamis 12 Desember.
Benny menambahkan bahwa biaya produksi rokok ilegal jauh lebih murah, dengan perbedaan hingga 75% dibandingkan rokok legal, karena tidak membayar cukai atau pajak. Setiap kenaikan tarif cukai sebesar 1%, lanjutnya, berpotensi meningkatkan daya tarik rokok ilegal di kalangan konsumen.
BACA JUGA:Pemerintah Masuki Tahap Akhir Formula Subsidi BBM, Fokus Pastikan Tepat Sasaran
BACA JUGA:Percepat Distribusi Pupuk Bersubsidi, Pemerintah Mulai Sederhanakan Birokrasi
Andry Satrio Nugroho, Kepala Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Indef, juga menyoroti potensi dampak buruk dari kebijakan ini. Menurutnya, daya beli masyarakat yang tengah melemah akan semakin diperburuk dengan harga rokok yang terus mengalami kenaikan, ditambah dengan kebijakan kemasan standar yang memicu tekanan pada sektor industri tembakau.
“Tekanan pada industri tembakau semakin meningkat karena daya beli masyarakat sedang melemah dan harga yang terus naik. Kebijakan ini akan semakin memperburuk kondisi mereka,” ujar Andry.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut bahwa pemerintah telah berkonsultasi dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) selama proses penyusunan kebijakan ini.
Data survei Kemenkes pada 2023 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki sekitar 70 juta perokok aktif, dan 7,4% di antaranya berusia antara 10 hingga 18 tahun. Kebijakan ini pun akan menjadi perhatian penting mengingat tingginya angka konsumen rokok, terutama di kalangan usia muda. (ant)