Fintech, AI, dan Perlindungan Konsumen di Era Keuangan Inklusif
Dalam Indonesia Digital Bank Summit (IDBS) 2025 yang digelar Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) di Jakarta pada 19 Agustus 2025 dibahas mengenai pentingnya kolaborasi lintas sektor demi memperkuat fondasi kepercayaan publik terhadap sistem keuangan digit-AFTECH-ANTARA/HO
BACA JUGA:Menjaga Nyala Api Kemerdekaan dari Desa hingga Dunia
Namun, digitalisasi saja tidak cukup. Edukasi literasi keuangan dan pendampingan berkelanjutan sangat penting agar UMKM mampu mengelola keuangannya secara lebih baik, sehingga mereka dapat menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Peran ganda AI
Salah satu topik yang paling mengemuka dalam forum ini adalah peran ganda AI sebagai pendorong inovasi sekaligus tantangan baru bagi keamanan siber.
Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan, Perdagangan, dan Pariwisata BSSN Edit Prima menjelaskan bahwa serangan siber berbasis AI, seperti phishing yang dipersonalisasi dan polymorphic malware, menuntut respons yang juga ditenagai oleh teknologi AI.
Menurutnya, kekuatan AI dalam menganalisis pola ancaman dan memblokir serangan secara real time akan menjadi penentu efektivitas pertahanan digital di masa depan.
Lebih jauh, Edit menekankan pentingnya berbagi intelijen ancaman atau threat intelligence sharing lintas lembaga sebagai kunci pertahanan kolektif.
BACA JUGA:Merdeka Indonesia, Merdeka Palestina: Dari Persaudaraan Sejarah hingga Diplomasi Global
Di sinilah kolaborasi antara OJK, Bank Indonesia, BSSN, Kominfo, dan PPATK menjadi krusial. Sinergi ini memungkinkan pemblokiran URL berbahaya, pencegahan penipuan digital, dan deteksi transaksi mencurigakan secara terkoordinasi.
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) seperti Privy juga mendapat sorotan penting dalam forum ini.
CEO Privy sekaligus Wakil Ketua Umum I AFTECH, Marshall Pribadi, menekankan bahwa identitas digital berbasis sertifikat elektronik menjadi elemen kunci dalam membangun kepercayaan publik.
Dengan identitas digital yang sah dan diakui negara, masyarakat maupun pelaku industri dapat bertransaksi dengan lebih aman dan nyaman.
Menurut Marshall, membangun digital trust bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang kolaborasi, transparansi, dan kepatuhan. Ketika masyarakat merasa aman dalam bertransaksi, maka pertumbuhan keuangan digital dapat berjalan lebih inklusif dan berkelanjutan.
Forum itu pun menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi multi-sektor adalah syarat mutlak untuk menjawab tantangan digitalisasi keuangan.
BACA JUGA:Refleksi HUT RI: Delapan Dekade Membangun Ekonomi Negeri
Pada acara itu lebih dari 400 pemangku kepentingan dari regulator, perbankan, fintech, dan sektor riil, forum ini menjadi tonggak penting dalam membangun ekosistem keuangan digital yang kuat dan terpercaya.