Upaya Membasmi Premanisme
Puluhan preman digiring petugas saat ekspos pengungkapan kasus aksi premanisme di Mapolres Karawang-Ali Khumaini-ANTARA
Selain satgas, penindakan di lapangan oleh aparat penegak hukum juga dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sejak 1 Mei 2025, Polri telah menggelar operasi pekat kewilayahan berdasarkan Surat Telegram Kapolri dengan nomor STR/1081/IV/OPS.1.3./2025.
BACA JUGA:Menumbuhkan Literasi Koperasi di Tengah Bonus Demografi
Sasaran kejahatan premanisme yang menjadi fokus adalah pemerasan, perampasan, pungutan liar, pengancaman/intimidasi, pengeroyokan, dan penganiayaan oleh individu maupun kelompok. Hingga tanggal 9 Mei 2025, kepolisian telah menindak 3.326 kasus premanisme.
Solusi jangka panjang
Pemerintah sudah turun tangan. Begitu pula dengan aparat penegak hukum dengan satuan-satuannya. Tapi, apakah itu saja sudah cukup?
Satu hal yang perlu diingat, permasalahan premanisme bukan masalah musiman.
Berdasarkan data Pusiknas Polri, kasus premanisme berupa pengeroyokan meningkat selama 2022–2024. Pada 2022, kasus pengeroyokan berjumlah 8.830 kasus. Lalu, meningkat signifikan menjadi 16.502 kasus pada 2023 dan 17.107 kasus pada 2024.
Selain pengeroyokan, Polri juga mencatat bahwa kasus premanisme berupa perampasan pada 2022-2024 menyentuh angka ribuan. Pada tahun 2022, tercatat terdapat 3.269 kasus. Namun, jumlahnya meningkat signifikan menjadi 4.784 kasus pada tahun 2023 dan sedikit turun pada 2024 menjadi 4.654.
BACA JUGA:Belajar dari Media China: Transformasi dan Dominasi Digital
Sejatinya, Polri pernah melakukan operasi khusus untuk menumpas aksi premanisme pada 2021. Pada saat itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan agar polda dan polres menindak tegas oknum-oknum yang melakukan aksi premanisme dan tidak memberikan ruang bagi premanisme sedikitpun.
Instruksi ini merupakan respons cepat Polri guna menanggapi maraknya premanisme yang pada saat itu makin meresahkan, utamanya preman yang kerap melakukan pemalakan terhadap sopir kontainer di wilayah Jakarta Utara.
Namun, jika berkaca dari data Pusiknas Polri, jumlah kasus premanisme tidak turunpada tahun-tahun berikutnya. Artinya, penegakan hukum saja tidak cukup untuk menangani masalah ini.
Guru Besar Kriminolog Universitas Indonesia Muhammad Mustofa pernah mengatakan bahwa kejahatan premanisme tidak mungkin akan hilang, tetapi berfluktuasi.
Jika ada penindakan oleh aparat penegak hukum, maka jumlahnya berkurang. Akan tetapi, jika penindakan kembali longgar karena adanya prioritas lain, maka premanisme akan kembali muncul.
BACA JUGA:Insentif Pajak untuk Stabilitas Ketenagakerjaan Sektor Padat Karya
Maka, diperlukan langkah-langkah pencegahan yang berdampak jangka panjang serta mengatasi akar masalah yang ada agar kejahatan ini bisa berhenti.