Menumbuhkan Literasi Koperasi di Tengah Bonus Demografi

Peluncuran Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di Desa Kertasana, Pandeglang, Banten, Kamis (8/5/2025)--(ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/nym)
JAKARTA, BELITONGEKSPRES.COM - Sebuah survei yang dilakukan oleh lembaga inovasi perkoperasian Indonesian Consortium for Cooperative Innovation (ICCI) mengungkapkan bahwa minat anak muda terhadap koperasi masih terlalu rendah. Berdasar survei tersebut, hanya sekitar 6 persen anggota koperasi berasal dari Generasi Z usia 12 – 27 tahun.
Jawabannya bisa beragam ketika mereka ditanya kenapa tidak tertarik menjadi anggota koperasi. Namun yang jelas, ini menunjukkan masih rendahnya literasi koperasi, khususnya di kalangan generasi muda.
Ketiadaan pendidikan koperasi dalam kurikulum nasional, dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi, menjadi salah satu penyebab rendahnya literasi koperasi ini, yang pada akhirnya akan memperlemah peran koperasi sebagai pilar ekonomi kerakyatan.
Kondisi ini menjadi perhatian di tengah upaya pemerintah meningkatkan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Koperasi, yang semestinya menjadi kendaraan kolektif bagi pemberdayaan ekonomi rakyat, belum cukup dikenal dan dipahami generasi produktif.
Minimnya literasi koperasi tampak dari belum terintegrasinya materi koperasi secara memadai dalam kurikulum pendidikan nasional. Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, koperasi hanya muncul sebagai bagian kecil dalam pelajaran ekonomi atau kewarganegaraan. Di tingkat perguruan tinggi, pendidikan koperasi hanya ditawarkan dalam program studi tertentu, itu pun tidak merata.
Penulis berpendapat bahwa pembelajaran tentang perkoperasian seharusnya dimasukkan dalam kurikulum pendidikan nasional, secara berjenjang mulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan sebagai bagian integral dari pendidikan kewirausahaan.
Kita bicara koperasi, kita bicara tentang ekonomi kerakyatan yang inklusif. Alangkah baiknya jika sejak dini siswa memahami prinsip-prinsip koperasi, maka semangat gotong royong ini akan terus meningkat, namun jika sebaliknya maka koperasi bisa terdegradasi dan dilupakan. Koperasi adalah bagian dari sejarah yang tidak dapat terpisahkan.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui program Kurikulum Merdeka belum secara eksplisit mencantumkan koperasi dalam capaian pembelajaran utama. Padahal, kurikulum ini membuka ruang untuk penguatan karakter kewirausahaan, yang semestinya sejalan dengan nilai-nilai koperasi: keadilan, demokrasi ekonomi, dan partisipasi aktif anggota.
Data terbaru dari Kementerian Koperasi menunjukkan bahwa hingga Desember 2024, terdapat 130.119 koperasi aktif di Indonesia. Meski jumlah ini menurun dari hampir 209 ribu unit satu dekade lalu akibat penertiban koperasi tidak aktif, kontribusi koperasi terhadap ekonomi nasional justru meningkat.
Pada 2023, koperasi tercatat menyumbang 6,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, melampaui target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 yang sebesar 5,5 persen.
BACA JUGA:Menkop Budi Arie: Kader Partai Boleh Jadi Pengurus Koperasi Desa, Asal Penuhi Ini
Di sisi lain, UMKM yang menjadi mitra strategis koperasi menyumbang lebih dari 61 persen terhadap PDB nasional dan menyerap hampir 97 persen tenaga kerja. Banyak pelaku UMKM yang bergantung pada koperasi, terutama koperasi simpan pinjam dan koperasi produksi, untuk memperoleh akses permodalan dan distribusi produk.
Koperasi bukan hanya alat ekonomi, tetapi juga wadah pembelajaran dan solidaritas sosial yang dapat memperkuat daya saing lokal.