BELITONGEKSPRES.COM - Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan keprihatinannya terhadap dampak perkembangan teknologi kecerdasan artifisial (AI) yang berpotensi menggantikan peran manusia di banyak sektor, termasuk pemerintahan.
Kekhawatirannya semakin berkembang setelah menonton program televisi Amerika Serikat, 60 Minutes, yang membahas kemungkinan robot melampaui kecerdasan manusia di masa depan.
"Pertanyaan yang diajukan dalam acara itu adalah bagaimana 10 tahun ke depan robot bisa lebih cerdas dari manusia, dan tidak ada yang bisa menjawab. Tapi jika saat ini robot sudah bisa melakukan hal-hal seperti ini, apa yang akan terjadi? Misalnya, nanti Kementerian Keuangan dan Ditjen Pajak bisa sepenuhnya menggunakan teknologi robotik," kata Luhut dalam forum Penguatan Transformasi Tata Kelola di Kantor Lembaga Administrasi Negara (LAN), Jakarta, Senin.
Luhut juga berbagi pengalaman menghadiri acara Quantum Gathering di Bali, yang membahas kemajuan pesat dalam teknologi komputasi kuantum. Menurutnya, teknologi ini menawarkan potensi luar biasa untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dengan kecepatan yang jauh melampaui teknologi saat ini. Namun, ia mengingatkan bahwa tanpa perhatian yang cukup, Indonesia bisa tertinggal dalam hal efisiensi jika tidak segera beradaptasi.
BACA JUGA:Tahun Depan DEN Bahas Energi Nuklir, Pemerintah Targetkan Indonesia Punya PLTN Tahun 2032
BACA JUGA:Sudah Diuji Lemigas-LAPI ITB, Pertamina Jamin Keamanan Pertamax Pasca Laporan Kerusakan Kendaraan
Di tengah perkembangan teknologi yang pesat, Luhut meyakinkan masyarakat bahwa Indonesia masih memiliki kekuatan besar untuk menjaga stabilitas ekonomi. Ia menyoroti rendahnya tingkat inflasi dan rasio utang Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang hanya 38,68 persen, serta optimisme bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,3 persen ke depan.
“Namun, kita harus berhati-hati dengan tingginya ICOR (Incremental Capital Output Ratio) kita. Tetapi jika kita melihat fondasi ekonomi kita, inflasi yang masih rendah, serta utang yang terkendali, ini adalah modal besar. Inflasi Indonesia yang terendah di antara negara-negara G20 juga menunjukkan kekuatan kita,” ungkap Luhut.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan Indonesia pada November 2024 sebesar 1,55 persen, didorong oleh kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau yang memberikan kontribusi terhadap inflasi umum sebesar 0,48 persen. Di sisi lain, ICOR Indonesia masih tergolong tinggi di angka 6,8.
Luhut juga menekankan pentingnya kepemimpinan yang inklusif untuk menghadapi tantangan global, termasuk disrupsi teknologi. Ia mendorong pemimpin di berbagai tingkatan pemerintahan untuk melibatkan tim secara aktif dalam meraih tujuan bersama.
“Saya tidak pernah mengklaim prestasi itu milik saya. Semua pencapaian itu adalah hasil kerja tim. Dengan demikian, mereka juga merasa memiliki peran dalam keberhasilan yang diraih,” tambahnya. (ant)