Belajar dari pengalaman yang memilukan di Pemilu 2019, penyelenggara Pemilu 2024 harus berusaha mengantisipasi terjadinya kematian mendadak petugas KPPS 2024 dengan beberapa langkah antisipatif. Antara lain, skrining kesehatan, pembatasan usia anggota KKPS, dan pengaturan jam kerja.
Skrining kesehatan calon petugas KPPS dilakukan untuk memastikan mereka tidak mempunyai faktor risiko atau riwayat kedua penyakit berbahaya yang bisa menyebabkan kematian saat bertugas. Yakni, risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular. Faktor risiko tersebut, antara lain, penyakit darah tinggi, kencing manis, merokok, kolesterol, dan obesitas/metabolic syndrome.
Tidak mudah mencari petugas penyelenggara pemilu di lapangan yang mempunyai kesehatan prima. Dan, relatif mahalnya skrining tersebut. Tetapi, KPU harus memberikan perhatian dan anggaran khusus untuk pemeriksaan itu agar kejadian memilukan tidak terulang.
Langkah lain, menentukan batas atas usia petugas KPPS. Sebab, semakin tua usia, semakin tinggi risiko terjadi kematian mendadak. Apalagi pada umumnya usia tua akan banyak faktor risiko penyakit berbahaya.
Beberapa data epidemiologi menunjukkan, kematian mendadak akibat penyakit jantung lebih berlipat ganda di usia 65 tahun ke atas. Data lain menunjukkan hal yang sama, kematian akibat stroke sangat tinggi di atas usia 67 tahun.
Mengatur beban kerja agar para petugas KPPS tidak bekerja berlebihan. Sebab, menurut beberapa penelitian, beban kerja petugas pemilu, baik KPPS maupun KPU, tergolong overload berdasar pengukuran full time equivalent (Ricky Febriansyah, 2020).
Kondisi itu menjadi ancaman serius terutama bagi mereka yang mempunyai faktor risiko penyakit vaskular sehingga berpotensi terjadi kematian mendadak. Salah satu caranya dengan membagi tugas dan jam kerja berdasar faktor risiko kesehatan yang dimiliki KPPS.
Maka, sangat penting bagi penyelenggara Pemilu 2024 melakukan segala upaya untuk mencegah terulangnya kematian petugas KPPS seperti pada 2019. Sebab, semahal apa pun pesta demokrasi, masih mahal harga nyawa anak bangsa. Maka, upaya penyelamatan anak bangsa harus segera dipikirkan senyampang pemilu masih beberapa bulan lagi dan perekrutan petugas KPPS baru dimulai. Dengan demikian, kita berharap pesta demokrasi pada 2024 bisa dinikmati rakyat Indonesia tanpa ada pilu akibat kematian ratusan petugas KPPS.
Harapan kita juga, Pemilu 2024 menghasilkan pemimpin, baik eksekutif maupun legislatif, yang amanah dan selalu memperjuangkan aspirasi rakyat dan bukan mengatasnamakan rakyat untuk kepentingan pribadi dan golongan serta oligarki sebagai penyandang dananya. Bila itu terjadi lagi, dalam pemilu akan terjadi kepiluan lagi. (*)
*) Dosen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya/Dokter RSUD Saiful Anwar Malang