Pusaran Konflik dan Jembatan Melewatinya

Rabu 20 Nov 2024 - 22:30 WIB
Oleh: Ares Faujian

Ada beberapa gaya konflik yang berbeda menurut kerangka kerja Gaya Konflik Antarbudaya menurut Mitch Hammer. Hammer (2009) merupakan seorang pakar komunikasi lintas budaya. Ia mengidentifikasi ada 4 gaya utama dalam merespons atau menyikapi konflik, yaitu discussion, engagement, accommodation, dan dynamic.  

Pertama, gaya discussion (diskusi). Pada gaya ini, menekankan pada logika dan ketenangan, serta mengandalkan fakta untuk menyelesaikan konflik. Misalnya, dalam budaya Jerman yang menghargai struktur dan keteraturan, konflik acap kali diselesaikan melalui diskusi formal yang berfokus pada argumen rasional tanpa emosi yang berlebihan.  

Kedua, adalah gaya engagement (keterlibatan), yaitu gaya dengan lebih ekspresif dan langsung. Gaya ini menggunakan ekspresi verbal langsung maupun emosi yang kuat untuk menyelesaikan konflik. Gaya ini biasanya ditemukan dalam budaya seperti Italia atau Amerika Latin. 

Orang-orang dengan gaya ini percaya bahwa konflik ialah peluang untuk memperbaiki hubungan. Contohnya, seorang manajer dari Brasil berpeluang akan menggunakan nada suara tinggi untuk menegaskan pendapatnya, tetapi itu tidak dimaksudkan untuk memicu permusuhan.  

Ketiga, gaya accommodation (akomodasi). Gaya ini dicirikan oleh emosi yang ditahan dan gaya bicara tidak langsung (konteks tinggi). Gaya akomodasi ini muncul dalam budaya Asia seperti Jepang atau Korea Selatan, yang mana harmoni menjadi suatu prioritas. 

Misalnya dalam lingkungan kerja Jepang, seorang karyawan berpotensi akan memilih menunda pembicaraan yang berpeluang menimbulkan ketegangan. Hal ini dilakukan untuk menjaga hubungan jangka panjang.  

BACA JUGA:Menyeimbangkan Bandul Geopolitik dengan Diplomasi

Terakhir, adalah gaya dynamic (dinamik). Gaya ini menggabungkan gaya bicara tidak langsung dengan ekspresi emosional yang kuat. Pada gaya ini mengandalkan intuisi dan spontanitas, seperti yang sering terlihat di negara Timur Tengah. 

Humor atau metafora biasa digunakan untuk meredakan ketegangan. Contohnya dalam budaya Arab atau suku Jawa, yakni menggunakan cerita atau anekdot untuk menyampaikan maksud tanpa langsung menyinggung pihak lain.  

Bridging Technique 

Dalam menangani konflik, kita membutuhkan kemampuan untuk menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada. Dalam program AFS (2024), kami dikenalkan dengan teknik bridging, yaitu teknik yang dilakukan untuk menangani konflik dengan 4 langkah praktis.

Sadarilah cara berperilaku Anda sendiri. Ini adalah langkap pertama dalam menangani konflik. Artinya, seseorang harus menyadari cara ia berperilaku apakah sudah tepat atau tidak. Karena ihwal ini akan berpotensi pada benturan budaya.

Dengan memahami bagaimana respons kita memengaruhi orang lain, kita dapat mengelola konflik lebih baik. Misalnya, sebelum memberikan suatu kritik atau saran kepada seseorang atau di forum tertentu, tanyakan pada diri sendiri apakah isi pembicaraan, nada bicara, dan bahasa tubuh mendukung untuk niat baik ini.  

Sadarilah cara berperilaku orang lain. Ini merupakan langkah kedua dalam teknik bridging. Nelson Mandela pernah berkata, “Jika Anda berbicara kepada seseorang dalam bahasa yang ia pahami, itu masuk ke kepalanya. Tetapi jika Anda berbicara dalam bahasanya sendiri, itu masuk ke hatinya.”

BACA JUGA:Mempercepat Transformasi Layanan Publik Melalui Digitalisasi

Kita perlu mengamati gaya komunikasi lawan bicara. Hal ini dilakukan agar dapat membantu kita menyesuaikan pendekatan untuk mengurangi gesekan karena perbedaan. Sesuatu penyampaian yang biasa saja dan ditangkap tidak biasa karena perbedaan, tentunya akan berpotensi tidak baik bagi citra diri seseorang, atau bahkan membuat stereotip buruk suatu kelompok. Hal ini pun akan berpengaruh pada tindakan selanjutnya di kemudian hari.

Kategori :