Pemilu 2024 atau Pemilu Milenial

Selasa 23 Jan 2024 - 21:53 WIB
Oleh: Edy M Yakub

Terwujudnya ikatan sosial baru yang mengedepankan persatuan dalam perbedaan melalui literasi digital untuk "kesalehan digital" agaknya penting dalam Pemilu 2024 yang berada di zaman digital yang seringkali diwarnai suasana gaduh ini.

Tanpa "kesalehan digital" melalui literasi digital agaknya kegaduhan bangsa yang tidak perlu akan semakin tajam, buktinya debat kandidat di televisi yang hanya berlangsung 2 jam bisa diikuti dengan "debat pasca-debat" yang justru berlanjut hingga 2 minggu atau bahkan hingga pilpres usai.

Melalui tiga standar (narasumber/kompeten, konten/akurasi, dan rujukan/data), maka kampanye Pemilu 2024 dapat diarahkan pada konten yang lebih bersifat "kampanye gagasan", bukan "kampanye personal" yang memang tidak akan pernah bisa selesai, karena manusia memang tidak ada yang sempurna.

Politik personal di media sosial berpotensi memicu konflik serta merusak demokrasi, karena menyoroti personal yang bukan terkait dengan kepentingan publik justru akan melahirkan permusuhan pasca-Pemilu 2024 akibat hoaks/framing tanpa batas.

Karena itu, gagasan justru lebih pantas untuk diketengahkan dalam kampanye. Misalnya, pasangan Anies-Muhaimin menggagas pencetakan 14 kota pusat perekonomian di luar Kota Jakarta, serta tunjangan ibu hamil. Pasangan Prabowo-Gibran menggagas hilirisasi perekonomian, serta swasembada pangan/anti-stunting. Pasangan Ganjar-Mahfud menggagas KTP Sakti (kartu ATM untuk segala kebutuhan), serta satu keluarga miskin dengan satu sarjana.

Oleh karena itu, kampanye gagasan lebih indah dan semua gagasan para calon presiden dan cawapres itu sangat bagus, tinggal diuji terkait kemungkinan capres/cawapres yang ada bisa merealisasikan atau sebatas janji, atau sebatas ada dalam jejak digital.(*)

 

*) Edy M Yakub

Kategori :