"Dalam situasi seperti itu, asas lex specialis systematis diterapkan, yang merupakan turunan dari prinsip lex specialis derogat legi generali. Menurut Remmelink, di Belanda asas ini dikenal dengan istilah specialitas yuridikal atau specialitas sistematikal," pungkasnya.
BACA JUGA:Kalifah Bangka Sabet Gelar Juara Umum MTQH Babel 2024
BACA JUGA:Kunjungi Mendagri, Pansus Ranperda DPRD Babel Inginkan Tata Terbit Tak Menyalahi Aturan
Secara terpisah, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Noviansyah kepada Babel Pos menegaskan bahwa para ahli sepakat bahwa negara telah mengalami kerugian akibat kasus ini. Menurutnya, kerusakan lingkungan pada akhirnya harus ditanggung oleh negara.
"Negara tidak mendapatkan pemasukan apapun dari aktivitas pertambangan ilegal tersebut. Tidak ada PNBP yang masuk, dan para pelaku yang merupakan pemodal tidak memenuhi kewajiban mereka kepada negara terkait pembukaan tambang. Belum lagi mereka juga tidak melakukan reklamasi serta sejumlah kewajiban besar lainnya," jelasnya.
"Tentu saja negara sangat dirugikan dalam kasus ini, terutama karena pada akhirnya kerugian akibat pertambangan liar ini harus ditanggung oleh negara," tegasnya.
Kasus ini menunjukkan betapa kompleksnya penegakan hukum dalam aktivitas pertambangan ilegal yang melibatkan pelanggaran lingkungan dan kerugian negara, serta bagaimana hukum korupsi menjadi dasar utama dalam penanganannya. (Babel Pos)