Melewati Ujian Demokrasi

Senin 14 Oct 2024 - 19:40 WIB
Oleh: Narda Margaretha Sinambela

Seperti halnya pada pemilu-pemilu sebelumnya, distribusi logistik masih menjadi tantangan besar, terutama di wilayah-wilayah terpencil dan daerah dengan medan yang sulit, seperti Papua dan beberapa wilayah di Nusa Tenggara dan Kalimantan. Meskipun demikian, KPU boleh dibilang berhasil mendistribusikan logistik pemilu secara merata, terlepas dari adanya keterlambatan di beberapa daerah.

Sementara itu, dalam mengawasi jalannya pemilu, Bawaslu memainkan peran kunci dalam menangani pelanggaran dan memastikan pemilu berjalan sesuai aturan. Pada Pemilu 2019, Bawaslu menangani banyak laporan terkait politik uang dan kampanye hitam.

Tentu saja, Bawaslu juga tidak terlepas dari kritik. Misalnya, isu terkait dugaan penggunaan fasilitas negara dalam kampanye, badan pengawas pemilu ini dinilai tidak mengambil tindakan tegas.

Tuduhan kecurangan pemilu muncul pada pemilu 2019, terutama dari pihak oposisi yang menuding adanya ketidakadilan dalam proses penghitungan suara. Kasus ini dibawa ke Mahkamah Konstitusi, tetapi setelah pengkajian yang mendalam, MK memutuskan tidak ada bukti substansial yang mendukung tuduhan tersebut, dan keputusan tetap mengesahkan hasil pemilu. Meski begitu, isu ini menimbulkan ketegangan politik dan mempengaruhi persepsi publik terhadap kredibilitas KPU.

BACA JUGA:Apakah AI Mengancam Demokrasi? Dampak Deepfake dalam Politik

DKPP menerima banyak pengaduan terkait pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh petugas KPU dan Bawaslu. DKPP berperan sebagai pengadil bagi penyelenggara pemilu yang diduga melanggar kode etik. DKPP menangani berbagai kasus, termasuk dugaan ketidaknetralan atau malapraktik yang dilakukan petugas KPU dan Bawaslu.

DKPP telah menjatuhkan sanksi disiplin terhadap sejumlah anggota KPU dan Bawaslu yang dinyatakan melanggar kode etik. Pada 2019, misalnya, DKPP memecat beberapa anggota KPU daerah karena terbukti melanggar aturan etika, yang menunjukkan peran penting lembaga ini dalam menjaga integritas penyelenggara pemilu.

Pilkada Serentak 2020

Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 juga menjadi ujian berat bagi penyelenggara Pemilu. Ketika itu Indonesia, dan juga dunia, tengah dilanda pandemi COVID-19. Pilkada Serentak yang melibatkan 270 daerah, termasuk 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota itu menghadapi tantangan yang sangat unik karena dilaksanakan di tengah pandemi COVID-19.

Awalnya, Pilkada 2020 dijadwalkan pada September, namun karena pandemi, akhirnya ditunda ke Desember 2020. Penundaan ini dilakukan untuk memberikan waktu bagi KPU, Bawaslu, dan pemerintah dalam mempersiapkan pelaksanaan pemilu yang aman dan sesuai dengan protokol kesehatan.

BACA JUGA:Dampak Ekonomi MotoGP Mandalika 2024: Untung atau Buntung?

KPU menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat selama pemilu. Ini termasuk kewajiban memakai masker, menjaga jarak fisik, penyediaan tempat cuci tangan di TPS, dan penggunaan sarung tangan oleh petugas. Pemilih juga diminta membawa alat tulis sendiri untuk mengisi daftar kehadiran, dan pengukuran suhu tubuh dilakukan di pintu masuk TPS. Meskipun protokol sudah diterapkan, ada kekhawatiran bahwa pemilu ini dapat menjadi klaster penularan COVID-19. Namun, setelah evaluasi, tidak ditemukan peningkatan signifikan dalam kasus COVID-19 yang diakibatkan langsung oleh proses pemungutan suara.

Dalam kondisi pandemi, sosialisasi kepada masyarakat menjadi lebih sulit karena adanya pembatasan sosial. KPU harus mengadopsi pendekatan digital, menggunakan media sosial, iklan digital, dan penyuluhan daring untuk menggantikan sosialisasi tatap muka. Meskipun demikian, upaya ini tidak sepenuhnya menjangkau semua lapisan masyarakat, terutama di daerah dengan akses internet terbatas.

Meski dilaksanakan di tengah pandemi, tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2020 tetap cukup tinggi, mencapai 76,09 persen, hanya sedikit di bawah target KPU yaitu 77,5 persen. Ini menunjukkan bahwa masyarakat tetap bersemangat menggunakan hak pilihnya, meskipun ada risiko kesehatan.

Karena pandemi, KPU harus berinovasi untuk mengurangi kontak fisik selama proses pemilihan. Selain protokol kesehatan yang ketat, beberapa inovasi lain juga diimplementasikan, seperti peningkatan penggunaan teknologi untuk penghitungan suara dan penyebarluasan informasi melalui platform digital.

BACA JUGA:Kemenkeu Mengajar 9: Strategi Pendidikan Keuangan untuk Generasi Muda Indonesia

Kesehatan dan keselamatan petugas pemilu menjadi perhatian serius selama Pilkada 2020. KPU memastikan semua petugas TPS dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD), seperti masker, sarung tangan, dan face shield. Meski begitu, beberapa petugas masih saja terinfeksi COVID-19, meski angka infeksinya tidak setinggi yang dikhawatirkan.

Kategori :