Jika berbicara mengenai Serunai, sepertinya alat musik tiup ini sudah tidak asing lagi. Jenis dan fungsinya cukup tersebar luas di Indonesia. Sebut saja serune olon yang berasal dari Batak Toba, Sarunai dari Minangkabau, Pui-pui dari Makassar, Selompret dari Ponorogo, Serone dari Bima, Pereret dari Lombok dan masih banyak lagi.
Berbicara tanah Belitung, kita juga akan berbicara bagaimana Serunai, yang digunakan untuk mengiringi salah satu kesenian bela diri dengan nama Beripat Beregong. Terkhusus di Dusun Parang Bulo, Desa Membalong, Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung, Serunai biasanya hadir pada saat Meras Taun, Sunatan (Pumpong Mandik Anak) dan Ngarak Penganten.
Sabi’in (60 Tahun), merupakan generasi ke-5 peniup Serunai Beripat Beregong ini, yang sepertinya mengalami krisis generasi. Sabi’in tak henti untuk melanjutkan perjuangannya menjaga dan melestarikan instrumen tiup bersuara nyaring ini tanpa lelah. Menurut Sabi’in, Serunai yang ia miliki telah berusia lebih kurang 400 tahun. Keberadaannya terhitung dari generasi pertama yang bernama Tuk Bidok yang berasal dari Dusun Parangbulo sekitar tahun 1623.
Dalam generasi peniup Serunai ini, generasi ke-2 bernama Bugai, generasi ke-3 bernama Sugai, generasi ke-4 bernama Raidin dan generasi ke-5 adalah Sabi’in. Jelas pernyataan ini belum konkrit, karena setau penulis, belum ada tulisan yang bercerita tentang keberadaan Serunai di Pulau Belitong. Pernyataan ini murni penulis tuliskan dari wawancara bersama Sabi’in (Jum’at, 30 Juni 2023) di kediaman beliau.
BACA JUGA:Ironi Pungli di Lembaga Antikorupsi
BACA JUGA:Pilpres, Capres, dan Feodalisme
Serunai, alat musik yang masuk kedalam jenis aerophone ini tidak berdiri tunggal. Artinya, keberadaannya memang melekat dengan kesenian Beripat Beregong. Alat musik lain yang membersamainya adalah Gong induk, Gong anak, Tawak-tawak (gong yang berukuran sedang), Kelinang (sejenis bonang Jawa atau Talempong Minang) yang berjumlah tujuh sampai 5 buah, Gendang induk dan Gendang anak.
Berbicara mengenai kesenian Beripat Beregong, kesenian ini merupakan salah satu jenis kesenian bela diri tradisional. Pertarungan adu ketangkasan ini dilakukan dengan satu lawan satu, yang mana persyaratannya tidak boleh dari satu kampung yang sama. Senjata yang digunakan ialah sejenis cambuk yang terbuat dari rotan.
Memang kesenian ini bersifat magis, artinya banyak mantra dan hal lainnya yang juga menghiasi kesenian ini, ditambah wasit yang bertugas ialah dukun (pemangku/ kepala adat). Nantinya, selain bertugas untuk menjaga aturan permainan, juga bertugas untuk menyembuhkan jika ada yang terluka dengan menggunakan tanaman-tanaman herbal.
Penamaan Beripat sendiri diartikan saling memukul, sedangkan Beregong ialah penamaan untuk ensembel musik yang mengiringinya. Beregong dimainkan di Membarongan (rumah kebun seperti gazebo) yang menjulang tinggi ke atas sekitar 5 s.d 7 meter. Ada dua Pukulan (irama) yang dimainkan, yang pertama adalah pukulan Lenggang Ulu, pukulan ini dibunyikan saat posisi Ngigal. Ngidal diartikan sebagai tarian untuk memanggil lawan pada awal dimulai pertandingan. Pukulan ke dua ialah pukulan Gambang, pukulan ini dibunyikan saat ke dua lawan sudah mulai Beripat.
Apa dan Bagaimana?
BACA JUGA:Tugas Tambahan Itu Adalah Amanah
BACA JUGA:Menyingkap Problematika Insan Muda di Film
Penamaan “Serunai” sebenarnya adalah penyebutan pada badan utama instrumen ini, yang mana tempat letak lubang angin pengatur nada. Badan keseluruhan instrumen ini tidak utuh, namun bisa dilepas dari ujung kepala (rit) hingga ekor (cerobong pengeras suara). Tubuh/serunai terbuat dari kayu keras seperti meranti. Penamaan secara utuh organologinya seperti ini, Pipet (rit) terbuat dari Daun Rumbia (sejenis tumbuhan endemik Pulau Belitong) yang berjenis dobel rit, penyambungnya menggunakan tulang bulu ayam, Ali (penghubung ke badan serunai) terbuat dari kayu keras, seperti meranti, Serunai (badan) terbuat dari kayu meranti, Cubong (cerobong suara bagian ujung) terbuat dari bulo (bambu).
Merujuk kepada sistem bunyi, penulis mencoba meneroka nada apa yang Serunai keluarkan. Penulis dibantu oleh Nano Febry, salah seorang seniman tradisi dari Desa Mempaya, Belitung Timur. Serunai mempunyai delapan buah lubang nada suara. Tujuh di sisi bagian atas dan satu di bagian bawah. Jika semua lubang ditutup F, lubang pertama G#, lubang ke-2 A#, lubang ke-3 B. Lubang ke-4 C#, lubang ke-5 D#, lubang ke-6 E, dan lubang ke-7 F. Namun jenis penjariannya tidak menggunakan sebuah nada.