BELITONGEKSPRES.COM - John Ralph, seorang pensiunan insinyur asal Skotlandia, berhasil menemukan cincin langka yang berusia 1000 tahun saat ikut dalam penggalian arkeologi di Benteng Burghead.
Ralph, yang juga merupakan alumni Universitas Aberdeen, tidak menyangka akan menemukan harta karun berharga ini ketika ia bergabung dengan proyek penggalian tersebut.
Cincin yang ditemukan berbentuk layang-layang dan diperkirakan milik bangsa Pict, sebuah kelompok yang dikenal dengan tato khas mereka dan penolakan terhadap kekuasaan Romawi.
Bangsa Pict, yang aktif antara abad ke-4 hingga ke-9, tidak meninggalkan catatan tertulis, sehingga penemuan ini sangat berharga untuk memahami budaya mereka.
BACA JUGA: Peringatan dari Ahli: Mega El Nino Bisa Jadi Bencana Besar Seperti Great Dying
BACA JUGA: Mau Makan Enak? Ini Dia Rekomendasi 5 Restoran Nusantara Terbaik di Jakarta
Menurut laporan dari Universitas Aberdeen yang dikutip Minggu, 15 September 2024, situs bersejarah Pictish ini berada di sebuah tanjung yang menjorok ke laut.
Sekarang, lokasi ini merupakan bagian dari kota Burghead, yang dibangun pada abad ke-19 dan telah merusak serta menutupi banyak peninggalan arkeologi dari benteng tersebut.
Bangsa Pict adalah kelompok penduduk awal Skotlandia yang terkenal dengan tato mereka dan penolakan terhadap kekuasaan Romawi.
Mereka pertama kali dicatat oleh sejarawan Romawi dengan istilah "picti," yang berarti "cat" dalam bahasa Latin. Budaya tato mereka berkembang dari abad ke-4 hingga ke-9.
BACA JUGA:Suplemen Kolagen untuk Ibu Hamil: Aman atau Tidak? Ini Kata Ahli
BACA JUGA:SUV Listrik Geely EX5 Siap Mengguncang Pasar Indonesia, Intip Fitur dan Spesifikasinya
Karena bangsa Pict tidak meninggalkan catatan tertulis, penemuan oleh para arkeolog sangat penting untuk memahami lebih jauh tentang masyarakat mereka.
Dalam penemuan cincin logam terbaru, para arkeolog mengungkapkan bahwa cincin tersebut memiliki sebuah batu garnet atau kaca merah di bagian tengahnya.
“Hanya ada sedikit cincin Pictish yang pernah ditemukan, dan umumnya cincin-cincin ini berasal dari timbunan yang sengaja ditanam untuk tujuan tertentu,” ujar Gordon Noble, profesor arkeologi dari University of Aberdeen, seperti dikutip dari Live Science.