BELITONGEKSPRES.COM - Usulan pengkajian ulang anggaran wajib dana pendidikan sebesar 20 persen dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani ditolak oleh Komisi X DPR RI.
Meski Menkeu berpendapat kepatuhan terhadap konstitusi telah menyebabkan anggaran pendidikan naik turun menyesuaikan anggaran, Komisi X DPR RI melihatnya berbeda.
Menkeu berniat mengubah sumber alokasi dana pendidikan dari semula berdasarkan belanja negara menjadi dari pendapatan negara.
Mereka sudah membahasnya di Kementerian Keuangan, ini caranya mengelola APBN tetap comply atau patuh dengan konstitusi. Di mana 20 persen setiap pendapatan harusnya untuk anggaran pendidikan.
BACA JUGA:Naval Base Open Day 2024: TNI AL Pecahkan Rekor MURI dengan Makan Siang Bergizi Nasional
BACA JUGA:Syarat dan Kriteria Pengangkatan PPPK 2024: Peluang Emas Bagi Tenaga Honorer
"Kalau 20 persen dari belanja, dalam belanja itu banyak ketidakpastian, itu anggaran pendidikan jadi kocak, naik turun gitu," ujar Menkeu Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Banggar DPR, dilansir dari Antara, Jumat.
Katanya, sebagai konsekuensinya adalah saat belanja negara semakin besar, belanja pendidikan juga semakin besar karena harus 20 persen dari total belanja negara.
"Ini yang menyulitkan dalam mengelola keuangan negara. Dalam artian bagaimana APBN terjaga, defisit terjaga dibawah 3 persen, APBN terjaga sustainable. Namun, kita tetap memastikan kepatuhan terhadap alokasi 20 persen anggaran pendidikan," jelasnya.
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, anggaran belanja negara dalam APBN 2023 ditetapkan sebesar Rp3.061,2 triliun. Dari dana tersebut, Rp665 triliun merupakan alokasi dana pendidikan.
BACA JUGA:Pastikan Pengelolaan Keuangan Pemilu 2024 Akuntabel dan Transparan, BPK Terapkan Risk-Based Audit
BACA JUGA:Jokowi Umumkan Kenaikan Gaji PNS dalam Pidato Nota Keuangan RAPBN 2025
Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda menolak rencana itu. Menurutnya Komisi X DPR RI tidak setuju jika anggaran wajib untuk pendidikan diutak atik. Hal ini dinilainya bertolak belakang dengan prioritas Komisi X DPR RI.
"Mandatory-nya dari pendapatan APBN, tentu (belanja) akan terkoreksi secara langsung. Itu yang kami tolak," ucap Syaiful Huda.
Justru dia menegaskan Komisi X masih memperjuangkan pengelolaan anggaran wajib pendidikan bisa sepenuhnya dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.