BELITONGEKSPRES.COM - Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemasok alternatif panel surya global, meskipun saat ini industri ini didominasi oleh China.
Hal ini diungkapkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Rachmat Kaimuddin, dalam diskusi tematik di Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta.
Rachmat mengungkapkan bahwa potensi energi surya di Indonesia sangat besar, dengan angka mencapai 3.300 gigawatt (GW) dari total potensi energi terbarukan sebesar 3.600 GW.
Meskipun demikian, untuk memanfaatkan potensi ini, Indonesia harus terlebih dahulu membangun infrastruktur pabrik panel surya dan rantai pasokannya.
BACA JUGA:Jokowi Beri Sinyal Reshuffle Kabinet Menyusul Pengunduran Diri Beberapa Menteri
BACA JUGA:Dukung Transisi Energi, Pertamina Tandatangani 4 Perjanjian Strategis di IISF 2024
Negara ini juga memerlukan investasi besar untuk mencapai target produksi energi surya sebesar 4,7 GW pada tahun 2030.
"Angka tersebut sangat ambisius, dan saat ini kami belum memiliki kapasitas untuk membangun pabrik panel surya dalam skala besar. Oleh karena itu, kami perlu meningkatkan permintaan energi terbarukan secara keseluruhan untuk mendukung pengembangan industri ini," ujar Rachmat.
Sebagai bagian dari strategi pengembangan, Indonesia menjalin kerja sama strategis dengan Singapura.
Kemitraan ini berfokus pada pengembangan industri energi terbarukan, termasuk produksi panel surya dan sistem penyimpanan energi baterai (BESS) untuk perdagangan listrik lintas batas.
Kerja sama ini diharapkan akan menarik lebih banyak investasi ke sektor energi terbarukan di Indonesia dan membantu mengembangkan industri panel surya dalam negeri.
BACA JUGA:LPG 3 Kilogram Sepertinya Bakal Naik Harga
BACA JUGA:Transisi Energi Indonesia Diharapkan Pacu Pertumbuhan Ekonomi Jangka Panjang
"Kolaborasi ini merupakan contoh bagaimana transisi energi bisa dikembangkan dengan memanfaatkan bahan baku, energi, dan sumber daya manusia yang ada di Indonesia. Berbeda dengan Eropa dan AS, di mana biaya tenaga kerja dan energi tinggi," tambahnya.
Singapura juga telah mengumumkan rencana untuk meningkatkan impor listrik rendah karbon dari Indonesia dari 2 GW menjadi 3,4 GW. Ini mendukung kebutuhan energi terbarukan kedua negara di masa depan.