BELITONGEKSPRES.COM - Ketua Majelis Kehormatan MK (MKMK) I Dewa Gede Palguna menyoroti tindakan Baleg DPR yang dianggapnya sebagai bentuk pelanggaran terhadap putusan pengadilan.
Menurut Palguna, sikap ini tidak hanya menunjukkan ketidakpatuhan, tetapi juga merupakan tindakan yang terang-terangan menentang keputusan hukum.
Ia memperingatkan bahwa perilaku semacam ini dapat berhadapan langsung dengan masyarakat, kalangan akademisi, serta masyarakat sipil.
Forum Pembelajar Hukum Tata Negara atau Constitutional and Administrative Law Society (CALS) juga menyampaikan kritiknya terhadap langkah DPR yang mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
BACA JUGA:Bahlil Lahadalia Umumkan Susunan Dewan Pembina Partai Golkar pada 22 Agustus
BACA JUGA:Partai Buruh Calonkan Anies Baswedan sebagai Cagub DKI Jakarta, Opsi Calon Wakilnya Sudah Ditentukan
Ketua Presidium CALS, Bivitri Susanti, menilai bahwa revisi UU Pilkada yang didorong oleh Presiden Joko Widodo dan partai-partai politik pendukungnya merupakan bentuk pelecehan terhadap konstitusi. Langkah ini, menurut Bivitri, mencerminkan pamer kekuasaan yang berlebihan dan tidak terkendali, seolah-olah hukum berada di bawah kekuasaan mereka.
Bivitri juga mengkhawatirkan dampak dari langkah ini terhadap legitimasi Pilkada 2024. Menurutnya, revisi aturan main pilkada yang dilakukan untuk membatasi kompetitor potensial justru merusak integritas proses demokrasi.
Karena itu, ia menekankan pentingnya melawan segala bentuk pembangkangan terhadap konstitusi yang dilakukan oleh presiden dan partai politik pendukungnya.
Pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, mengingatkan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat.
BACA JUGA:Golkar Siapkan Penghargaan Tertinggi untuk Airlangga di Acara Penutupan Munas
BACA JUGA:Partai Buruh dan KSPI Siap Kawal Putusan MK dengan Aksi Besar di Gedung DPR/MPR
Jika putusan tersebut tidak dihormati, hal itu akan menyebabkan cacat dalam pelaksanaan pilkada. Ia memperingatkan bahwa jika terus dibiarkan, Pilkada 2024 bisa kehilangan legitimasi konstitusionalnya.
Titi juga menegaskan bahwa dalam sistem hukum Indonesia, MK adalah satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan menafsirkan konstitusi dan menguji undang-undang. Oleh karena itu, pemerintah, DPR, dan seluruh elemen bangsa wajib menghormati dan mematuhi putusan MK tanpa terkecuali.
Sementara itu, pakar hukum tata negara dari Universitas Airlangga (Unair), Radian Salman, meminta DPR untuk menghentikan pembahasan revisi UU Pilkada. Menurutnya, melanjutkan pembahasan yang bertentangan dengan putusan MK hanya akan mencoreng demokrasi dan menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap DPR.