BELITONGEKSPRES.COM - Dukungan terhadap fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait dana haji terus mengalir, termasuk dari Ketua Komnas Haji, Mustolih Siradj.
Fatwa ini dipandang sebagai langkah penting dalam menjamin keadilan bagi jutaan calon jamaah yang masih mengantre, serta menghentikan praktik skema ponzi dalam pengelolaan dana haji.
Antrean Panjang dan Dana Mengendap
Arab Saudi menyediakan kuota haji yang tidak sebanding dengan animo masyarakat Indonesia untuk beribadah haji, mengakibatkan sekitar 5,7 juta calon jamaah berada dalam antrean.
BACA JUGA:PBNU Sebut Tak Ada Alasan yang Cukup Untuk Bentuk Pansus Haji
BACA JUGA:Warga Tambora Jadi Korban, Diberi Imbalan Rp1 Juta Membuat Rekening untuk Tampung Hasil Judi Online
Setiap calon jamaah diwajibkan menyetor Rp 25 juta sebagai pendaftaran, yang kemudian menghasilkan pengendapan dana sekitar Rp 170 triliun di rekening Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Dana ini diinvestasikan melalui berbagai instrumen, menghasilkan nilai manfaat tahunan sekitar Rp 10 triliun.
Pertanyaan Publik dan Keputusan MUI
Dengan pengelolaan dana haji yang ada sekarang, muncul kekhawatiran di masyarakat tentang kepemilikan dana awal yang telah disetorkan, termasuk hasil investasi dan hak calon jamaah yang berangkat di masa mendatang.
Menanggapi kekhawatiran ini, MUI melalui Ijtima Komisi Fatwa se-Indonesia VIII mengeluarkan fatwa yang menegaskan bahwa memanfaatkan dana calon jamaah lain tanpa persetujuan adalah haram. Pengelola yang menggunakan dana calon jamaah untuk menutupi kebutuhan pemberangkatan jamaah lain dianggap berdosa.
Dampak Fatwa dan Ancaman Skema Ponzi
BACA JUGA:Kebutuhan Air Baku di IKN Disiapkan Hingga 10 Tahun
BACA JUGA:PGN Mulai Pasok Gas Bumi ke Hotel Pertama di Ibu Kota Nusantara
Mustolih Siradj menekankan bahwa fatwa ini memberikan efek positif ganda: pertama, menjamin keadilan dan melindungi hak jutaan calon jamaah yang menunggu, serta kedua, menghentikan praktik skema ponzi dalam pengelolaan keuangan haji.