BELITONGEKSPRES.COM - Kelapa sawit dinilai sebagai komoditas utama dalam mendukung pencapaian Net Zero Emission (NZE) atau nol emisi karbon di sektor industri pada tahun 2050.
Setiadi Diarta, Direktur Industri Hasil Laut dan Perkebunan di Ditjen Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin), mengungkapkan bahwa program Sawit Indonesia Emas 2045 bertujuan untuk menghilangkan emisi karbon dalam industri sawit nasional.
"Kunci utamanya adalah pengembangan sektor industri yang berkelanjutan dan dapat dilacak (traceable) agar produk hilir kelapa sawit dapat diterima di pasar global," ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Saat memberikan sambutan pada acara 2nd Technology and Talent Palm Oil Mill Indonesian (2nd TPOMI S2024) di Bandung, Setiadi menambahkan bahwa Kemenperin sedang menyusun Peta Jalan (Roadmap) Sawit Indonesia Emas 2045.
BACA JUGA:Infinix Note 40S Resmi Meluncur di Indonesia, Hadir dengan Layar 3D-Curved dan Kamera 108MP
BACA JUGA:Pertamina International Timor S.A Konsisten Sokong Kebutuhan Energi Timor Leste
Harapannya, pada tahun 2045, industri kelapa sawit dari hulu hingga hilir akan berkelanjutan dan sesuai dengan tujuan akhir pertumbuhan sektor industri yang mandiri, berdaulat, maju, adil, dan inklusif.
Menurut Setiadi, nilai ekonomi sektor kelapa sawit nasional, dari hulu hingga hilir, mencapai lebih dari Rp750 triliun per tahun, setara dengan 3,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional yang mencapai Rp20.892 triliun pada tahun 2023.
Achmad Mangga Barani, mantan Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian 2006-2010, menambahkan bahwa seiring perkembangan sektor hulu, pabrik kelapa sawit telah mengalami kemajuan pesat, terutama dengan digitalisasi dan kecerdasan buatan (AI).
"Perkembangan teknologi pabrik kelapa sawit di Indonesia harus terus mengikuti kondisi terkini," ujar Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) ini.
BACA JUGA:Jokowi Dorong Optimalisasi Teknologi untuk Hilirisasi Kelapa di Indonesia
BACA JUGA:Menparekraf Dorong Penambahan Penerbangan Internasional untuk Capai Target 20 Juta Wisman
Tatang Hernas Soerawidjaja, Ketua Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia (IKABI), mengungkapkan bahwa teknologi yang digunakan dalam pabrik kelapa sawit saat ini sudah berusia lebih dari 100 tahun, sehingga masih boros dalam penggunaan air dan energi.
"Teknologi produksi minyak sawit yang lebih hemat air dan energi perlu dikembangkan untuk meminimalkan limbah cair dan penggunaan biomassa non-minyak," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Plt Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Sahat Sinaga, menyarankan agar teknologi pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) diubah dari "wet-process" ke "dry-process" untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), meningkatkan kandungan phytonutrients dalam minyak, dan mengurangi pencemaran lingkungan dari limbah cair.