Perlu Kecermatan Merangkai Regulasi BBM Subsidi

Senin 22 Jul 2024 - 20:59 WIB
Oleh: Putu Indah Savitri

Eddy menjelaskan, setidaknya ada dua hal penting yang perlu dicantumkan dalam revisi perpres tersebut. Pertama, terkait kategori atau kriteria kelompok masyarakat dan kendaraan yang berhak mengonsumsi BBM bersubsidi.

Kedua, terkait sanksi yang diberikan kepada mereka yang masih membeli atau menjual BBM bersubsidi yang bertentangan dengan perpres itu.

BACA JUGA:Penembakan Donald Trump Jadi Alarm Demokrasi Indonesia

Eddy mengatakan bahwa wacana larangan pembelian BBM bersubsidi ini berlaku hanya untuk masyarakat kelas menengah ke atas atau masyarakat mampu.

Sementara, masyarakat ekonomi kelas bawah, seperti pengendara/pengemudi ojek online, sopir angkot, kendaraan UMKM, hingga sepeda motor masih berhak dan diperbolehkan membeli BBM bersubsidi.

Ihwal penggunaan BBM bersubsidi oleh layanan ojek dan taksi online, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono mengatakan Pemerintah sedang mengkaji pengawasannya.

Pemerintah menghindari terjadinya penyalahgunaan BBM bersubsidi, namun tak ingin melarang taksi online memperoleh BBM bersubsidi.

Menurut Aca, sapaan akrab Agus, pelarangan penggunaan BBM bersubsidi kepada para pekerja taksi online dapat menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Akan tetapi, taksi online dengan kelas luxury atau mewah tidak berhak untuk menggunakan BBM bersubsidi.

BACA JUGA:Menyimak Persiapan Pelaksanaan Upacara Bersejarah HUT ke-79 di IKN

Ia berharap melalui revisi Perpres 191/2014 tersebut, Pemerintah dapat menyalurkan subsidi BBM tepat sasaran.

Subsidi energi

Gejolak harga minyak dunia, eskalasi konflik di Timur Tengah, hingga pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS membuat kompensasi dan anggaran subsidi BBM di dalam negeri membengkak.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan, sejauh ini, Pemerintah telah menggelontorkan dana senilai Rp155,7 triliun untuk subsidi dan kompensasi energi, di antaranya digunakan untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) sebanyak 7,16 juta kiloliter dan LPG 3 kilogram sebanyak 3,36 juta kilogram.

Menkeu menyebutkan belanja untuk subsidi dan kompensasi energi, yang meningkat lantaran depresiasi nilai tukar rupiah, berdampak pada peningkatan belanja negara. Belanja negara pada semester I-2024 tercatat meningkat 11,3 persen tahun ke tahun (year on year/yoy) mencapai Rp1.398 triliun.

BACA JUGA:Pemberantasan Korupsi di Era Disrupsi Teknologi

Selain itu, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengajukan kuota distribusi Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite sebesar 31,33 juta KL “33,23 juta KL kepada Kementerian Keuangan untuk penyusunan RAPBN tahun anggaran 2025.

Kategori :