Ketidakpastian ekonomi global yang masih terus terjadi, mengharuskan pemerintah untuk lebih waspada dalam menjaga kestabilan perekonomian.
Selain itu, upaya strategis juga harus terus dikembangkan untuk mengatasi dampak yang mungkin terjadi akibat tekanan ekonomi global. Dalam hal ini, termasuk bagaimana agar perekonomian masyarakat tetap stabil dan tidak jatuh dalam lingkaran kemiskinan.
Seperti kita ketahui, pemerintah telah memasang target angka kemiskinan di level 6,0-7,0 persen dalam RPJMN 2020-2024 dan kemiskinan ekstrem nol persen di tahun ini. Namun, berdasarkan data BPS, kondisi terakhir pada Maret 2023, persentase penduduk miskin Indonesia masih sebesar 9,36 persen. Sementara itu, dengan garis kemiskinan ekstrem sekitar Rp351.957 per kapita per bulan, persentase penduduk miskin ekstrem masih sebesar 1,12 persen pada Maret 2023.
Untuk mengatasi masalah kemiskinan, sebenarnya pemerintah sudah banyak mengeluarkan anggaran. Berbagai jenis program bantuan sosial sudah diguyurkan.
BACA JUGA:'Street Fotografi Otomotif' Semakin Populer
Sayangnya, alih-alih dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup sehari-hari, nyatanya tidak sedikit penduduk yang menggunakan bantuan sosial yang diperolehnya justru untuk membeli barang yang tidak benar-benar dibutuhkan. Bahkan, ada juga yang digunakan untuk memulai kredit membeli sepeda motor, membayar hutang untuk memperoleh hutang baru, dan lain sebagainya.
Tentu jika kasus-kasus seperti ini terus berlanjut, kemiskinan tidak akan pernah berakhir. Mereka terus mengandalkan dan berharap memperoleh bantuan sosial dari pemerintah jika bantuan yang telah diterimanya sudah habis. Dari sinilah, diperlukan adanya pendidikan atau literasi keuangan.
Literasi keuangan adalah pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang memengaruhi sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan untuk mencapai kesejahteraan keuangan masyarakat.
Intinya, literasi keuangan merupakan pengetahuan seseorang untuk mengelola keuangannya secara efektif dan efisien demi mencapai kesejahteraan hidup. Dengan literasi keuangan, diharapkan penduduk miskin akan lebih berdaya untuk mengelola uang mereka yang tentu terbatas jumlahnya.
BACA JUGA:Satgas Khusus Jadi Ujung Tombak Pemberantasan Judi 'Online'
Begitu juga dengan penduduk rentan miskin. Jika literasi keuangan mereka dapatkan, maka pengelolaan keuangan mereka akan lebih baik, dan kemungkinan untuk jatuh miskin tentu dapat diminimalisir.
Paling tidak, saat memperoleh bantuan sosial, mereka lebih mampu mengatur digunakan untuk apa saja uang tersebut. Karena pada dasarnya memang uang tidak dapat mengurangi kemiskinan dalam jangka panjang, hanya pendidikan yang bisa, termasuk pendidikan/literasi keuangan.
Berdasarkan Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022 yang diselenggarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen. Angka ini meningkat dari tahun 2019 yang sebesar 38,03 persen.
Meningkatnya literasi keuangan, akan meningkatkan inklusivitas keuangan yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan keberdayaan masyarakat, mendukung pengentasan kemiskinan, pengurangan kesenjangan, serta mendukung stabilitas sistem keuangan.
BACA JUGA:Hindari Ambiguitas dalam Istilah Kepemiluan