Kementerian Perekonomian sejak 2013 telah mengeluarkan blueprint Persusuan Indonesia Tahun 2013–2025. Targetnya, pada 2025, tercapai sebesar 60 persen pemenuhan kebutuhan susu nasional berasal dari produksi SSDN. Pada saat itu, produksi sapi perah diharapkan bisa mencapai 20 liter per hari, konsumsi susu meningkat hingga 30 liter per kapita per tahun, dan populasi sapi perah setidaknya mencapai 1,8 juta ekor.
Harapan tersebut akan tercapai if and only if atau ”jika dan hanya jika” sejumlah kebijakan dan langkah yang sudah tercantum dalam blueprint itu dieksekusi secara sungguh-sungguh dengan dukungan dan komitmen anggaran yang mumpuni. Langkah-langkah tersebut, antara lain, meningkatkan populasi serta pemberian insentif investasi berupa tax allowance, perbaikan genetik sapi, pendampingan penerapan good farming practices (GFP), dan perbaikan kualitas dan kuantitas pakan.
Manfaat ikutan kedua adalah kesempatan untuk membumikan konsep pedoman gizi seimbang (PGS) kepada masyarakat sejak usia sekolah. Kebiasaan cukup makan sayur dan buah, mengonsumsi aneka ragam makanan pokok, serta lauk-pauk protein tinggi akan lebih mudah dibentuk apabila program bantuan makan siang gratis dieksekusi dengan sistem yang paripurna.
Indonesia bisa belajar dari pelaksanaan kyushoku seido atau ”sistem makan siang sekolah” yang sehat dan terjangkau di Jepang, yang sudah teruji dan sukses bahkan sejak puluhan tahun yang lalu. Program makan siang sekolah ini terbukti berkontribusi pada kesehatan dan kesejahteraan siswa serta menciptakan lingkungan di mana aspek pendidikan gizi dan budaya diintegrasikan ke dalam rutinitas harian di sekolah-sekolah di seluruh negeri.
Bantuan gizi, bagaimanapun, merupakan gagasan yang sangat mulia dalam kontestasi di Pilpres 2024. Diperlukan persiapan cerdas dan komitmen kuat agar terhindar dari kegagalan di level eksekusi dan tidak berakhir menjadi gimik di Pilpres 2024.(*)
*) SUNARDI SISWODIHARJO, Peminat kajian gizi dan kesehatan