Ketika datang ke acara buka puasa ini Anang naik sepeda motor. Mobil Ertiga-nya sudah dijual. Ia sudah membeli mobil baru: Wuling. "Karena murah," katanya. Mobil itu dipakai istrinya.
Apakah sekarang sudah hafal Pancasila?
Anang tidak menjawab dengan ''sudah'' atau ''belum''. Ia langsung mengucapkan sila keempat Pancasila. Lengkap satu kalimat utuh. Lantang. Lancar.
Sebetulnya dulu pun ia hafal Pancasila. Hanya ketika pendemo menggertaknya agar mengucapkan semua sila dalam Pancasila Anang tersendat di sila keempat.
Ketika Anang akan mengulangnya pendemo sudah memaki-makinya: pejabat yang tidak hafal Pancasila.
Anang pilih mundur, pun ketika bupatinya menolak.
Anang dikenal lugu apa adanya. Waktu ia jadi ketua DPRD, semua jenis pendemo ia temui. Ia justru minta pendemo masuk ke ruang pleno DPRD. Pimpinan demonya ia minta duduk di deretan pimpinan DPRD.
Hari itu Presiden Jokowi menaikkan harga BBM. DPRD Lumajang ikut panen demo. Pagi menerima demo dari organisasi mahasiswa NU, PMII. Siangnya demo dari HMI.
Sambil menunggu kedatangan demo HMI itu, Anang tertidur di kursi. Bangun-bangun ditanya soal Pancasila.
Itulah kenangan Anang yang pernah jadi aktivis Famred menjelang reformasi tahun 1998. Lalu ia jadi tukang cukur. Buruh bangunan. Akhirnya Anang harus pulang ke Lumajang menunggui ibunya yang sudah tua.
Saat berumur 34 tahun, Anang minta ke sang ibu: agar dicarikan istri. Siapa pun asal pilihan sang ibu. Sang ibu masih bisa melihat anaknya terpilih kembali.
Di Pemilu ini suara PKB naik di Lumajang. Bupatinya juga PKB. Suara PDI-Perjuangan tetap. Demokrat kehilangan satu-satunya kursi dari dapil tersebut.
"Di dapil Anda ini, siapa capres yang menang?"
"Hehehe....Prabowo," jawabnya. "Banyak yang kasihan karena sudah tiga kali kalah," tambahnya.
"Amin! Amin!" terdengar suara bersahutan dari arena buka puasa. "Kalau di antara yang hadir ini sih semua pilih Amin," ujar Anang.
Pancasila membuat Anang terjatuh dari jabatan.