Hanafi, Perawat Warisan Intelektual Sukarno-pastor Belanda di Ende

Kamis 13 Mar 2025 - 22:40 WIB
Oleh: M. Riezko Bima Elko Prasetyo

Cukup disayangkan diskusi konstruktif antara Sukarno dengan para pastor itu tidak meninggalkan catatan tertulis sebagai bukti otentik, karena semua perumusan pancasila di Ende hanya dilakukan secara verbal dan disaksikan pandangan mata saja.

Namun, Hanafi mengatakan, beberapa risalah yang mengarah pada bukti rumusan Pancasila di Ende oleh Sukarno ada tersimpan di Seminari Tinggi Redalero di Kabupaten Sikka, yang ditulis misionaris Belanda menggunakan bahasa Belanda dan ada juga yang menjadi arsip Koninklijk Instituut voor Taal-,Land-en Volkenkunde (KITLV) di Leiden, Belanda.

BACA JUGA:Antisipasi PHK Sebagai Kode Merah Industri Tekstil dan Garmen Nasional

“Beliau merenungkan hasil diskusinya dengan para pastor, di pantai Kotaraja, di bawah pohon sukun yang sekarang dinamai Taman Pancasila, itu memang ada. Hasil bacaan dari buku-buku, pengamatannya dengan masyarakat yang menjadi teman sepergaulannya waktu ada disini, lalu itu semua menjadi macam ramuan, sampai itu ditulisnya dan dicetuskannya di Jakarta, 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI. Pancasila dasar negara,” kata Hanafi.

Serambi Soekarno

Untuk merawat warisan intelektual Sukarno dan pastor,  maka biara yang menyimpan berlusin kisah perjuangan dan transformasi pemikiran itu kini telah disulap menjadi situs wisata sejarah, Serambi Soekarno.

Diresmikan pada 14 Januari 2019 oleh Pater Lukas Jua, Kepala Provinsi SVD Ende, situs yang lingkungannya sejuk karena berada dibukit yang rimbun dengan pepohonan-bunga ini menjadi pusat pembelajaran bagi generasi muda tentang nilai-nilai persatuan dan toleransi.

Serambi Soekarno, yang terletak di kompleks Biara Santo Yosef, Gereja Kathedral Ende, kini dilengkapi dengan pojok baca, serta lukisan yang menggambarkan momen-momen diskusi Sukarno dengan kedua pastor, hingga naskah ke-12 tonil ciptaan Sukarno yang menginspirasi.

Di samping itu, situs ini juga rutin mengadakan seminar dan diskusi, terutama selama bulan suci Ramadhan, yang menghadirkan rombongan mahasiswa dan kelompok keagamaan dari berbagai daerah, bahkan dari luar negeri.

BACA JUGA:Nasib RI di Pusaran Perang Tarif AS-China

Berdasarkan catatan sejarah yang ada, selama pengasingannya di Ende, Sukarno terutama tercatat memiliki interaksi yang intens dengan komunitas Katolik, khususnya melalui para misionaris dari SDV.

Di wilayah Ende, pengaruh dari para misionaris ini cukup dominan dalam kehidupan intelektual dan spritualnya, sehingga sebagian besar dokumentasi sejarah menekankan peran para misionaris itu.

Meski demikian, perlu dicatat bahwa di Ende, seperti banyak daerah di Indonesia, kala itu sudah ada komunitas Muslim yang menjalankan kegiatan keagamaan. Namun, tidak ada ada bukti kuat bahwa Sukarno terlibat dalam interaksi mendalam dengan tokoh-tokoh ulama atau kiai di sana.

Sukarno dikenal sebagai sosok yang menghargai pluralisme dan mungkin saja dalam kesempatan tertentu selama empat tahun sembilan bulan berada di Ende, (Sukarno meninggalkan Ende 18 Oktober 1938 untuk diasingkan ke Bengkulu) ia mendapatkan masukan dari masyarakat Muslim setempat. Akan tetapi, interaksi tersebut tidak terekam secara signifikan dalam catatan sejarah, berbeda dengan pengaruh yang didapatkan Sukarno dari para misionaris Katolik.

Meneguhkan hubungan lintas agama

BACA JUGA:Menuju 100 Tahun Modernisasi Kelapa di Indonesia

Biara Santo Yosef berkomitmen untuk memelihara warisan ini, karena kehidupan di Ende tidak hanya diwarnai oleh interaksi dengan para misionaris Katolik, tetapi juga oleh hubungan erat antara SVD dan komunitas Muslim setempat. Di tanah Flores, keberagaman agama telah hidup berdampingan sejak lama. Islam memasuki Ende melalui jalur perdagangan dan dakwah sejak abad ke-16, dengan Masjid Ar-Rabithah sebagai saksi kehadiran dan penyebaran Islam.

Bruder Simplisius menceritakan bahwa kehadiran Sukarno semakin memperkuat keyakinan para frater-bruder di Biara Santo Yosef, untuk menjaga hubungan baik dengan seluruh lapisan masyarakat. Bahkan hingga sekarang, mereka aktif mengirimkan anggota untuk menjadi guru di pondok pesantren atau sekolah umum pemerintah. Salah satunya adalah Pondok Pesantren Walisanga, Ende, yang didirikan Haji Mahfud Ek pada 1981.

Kategori :