Bagaimana kondisi perundungan di Indonesia saat ini? Dilansir dari Kompas TV (Christine, 2024), terdapat sekitar 3.800 kasus perundungan sudah terjadi di Indonesia pada tahun 2023. Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ini, menunjukkan bahwa hampir dari separuh perundungan ini terjadi di lembaga pendidikan termasuk pondok pesantren.
Yang lebih menakjubkan lagi, Indonesia pernah menduduki peringkat kelima dengan jumlah kasus bullying yang paling tinggi di dunia dari 78 negara yang disurvei (Trans7, 2023).
Dari web resmi Trans7 ini dan didukung oleh penelitian Munira, dkk. (2023), diinformasikan bahwa sekitar 41% pelajar berusia 15 tahun di Indonesia mengalami kasus bullying. Penelitian ini menyelidiki pengalaman yang dialami remaja dengan gangguan mental di Indonesia, serta trauma psikologis yang disebabkan oleh perundungan.
BACA JUGA:Kasus Perundungan di Lingkungan Sekolah Kian Marak, Ini Langkah Pencegahannya
Salah satu kasus perundungan SMA yang viral di Indonesia tahun 2024 yakni, kasus SMA Bina Nusantara (Binus) Serpong. Dilansir dari BBC News Indonesia (2024), kasus perundungan ekstrem terjadi di SMA Binus Serpong melibatkan kelompok GT (Geng Tai), yang dikenal melakukan kekerasan fisik dalam proses perekrutan anggota baru.
Pada Februari 2024, korban (17 tahun) melaporkan kekerasan yang dialaminya kepada polisi, yakni dipukul, dicekik, dan disulut rokok oleh pelaku. Para pelaku kasus ini terdiri dari 12 orang. Kelompok anak muda “GT” ini beranggotakan sekitar 40 anggota dan sudah ada selama 8 tahun, serta dikenal dengan tradisi kekerasan.
Selain itu, ada pula kasus perundungan yang terjadi di SMK. Berdasarkan berita dari detik.com (2024), siswi berinisial NFN (18 tahun) dari Bandung Barat mengalami perundungan oleh teman sekolahnya berinisial A sejak duduk di bangku kelas X.
Pelaku bully ini tidak melakukan aksi kekerasaan fisik, namun berupa hinaan dan suruhan mengerjakan tugas, serta menggendong temannya. Pihak sekolah mengetahui kejadian ini setelah NFN jatuh sakit pada Mei 2023. Aksi perundungan di SMK Kesehatan Rajawali ini berlangsung 3 tahun lamanya, hingga korban mengalami frustasi berat dan akhirnya meninggal dunia pada 30 Mei 2024.
Dampak yang dialami dari fenomena perundungan di sekolah ini juga tidak main-main. Perundungan di sekolah dapat menimbulkan dampak negatif seperti kecemasan, kesepian, rendahnya harga diri, depresi, pelarian, dan penyalahgunaan zat (Swastikaningsih, dkk., 2023).
BACA JUGA:Sinergi Atasi Perundungan di Lingkungan Satuan Pendidikan
Riset dari Adinda, dkk. (2023) juga mempertegas bahwa bullying di sekolah mengakibatkan masalah kesehatan fisik dan mental, menurunnya semangat belajar, dan menurunnya prestasi akademik siswa. Untuk mengatasi efek negatif perundungan di sekolah terhadap kesehatan mental dan fisik siswa serta kualitas pendidikan, kerja sama yang kuat antara guru, orang tua, dan masyarakat sangat diperlukan.
Di tengah geliat pendidikan yang seharusnya menjadi ladang subur bagi tunas-tunas bangsa, perundungan justru menjelma duri yang melukai, meredupkan cahaya harapan di mata para pelajar. Sekolah, yang seyogianya menjadi ruang aman untuk tumbuh dan berkembang, berubah menjadi panggung kekerasan yang menggores batin.
Tangis yang tertahan, ketakutan yang mengakar, serta luka yang tak selalu tampak di permukaan, menjadi warisan pahit yang terus menghantui. Setiap kasus perundungan bukan sekadar angka dalam laporan, tetapi kisah nyata tentang hati yang tersakiti, mimpi yang tertunda, dan nyawa yang mungkin tak sempat menyentuh masa depan.
Namun, harapan tak boleh tenggelam di lautan keputusasaan. Di balik kelamnya perundungan, ada cahaya yang bisa dinyalakan, yakni dari ruang kelas yang penuh empati, dari bibir yang berani berkata “cukup”, keluarga sebagai support system, hingga masyarakat yang menggenggam erat mereka yang tidak dihargai.
Perubahan bukan sekadar wacana di atas kertas, melainkan langkah nyata yang lahir dari kepedulian bersama. Sebab, pendidikan yang sejati bukan hanya tentang angka dan prestasi, tetapi juga tentang bagaimana kita menjaga hati, merawat nurani, dan memastikan bahwa tak satu pun anak harus berjalan sendirian dalam ketakutan.
*) Ares Faujian, America Field Service (AFS) Global Educator dan Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sosiologi Kabupaten Belitung Timur (Beltim).