Uji Nyata Kementerian Baru, dari Harapan ke Realisasi

Minggu 19 Jan 2025 - 19:23 WIB
Oleh: A Raymond Tarigan

Jiwa petarung juga telah dibuktikan oleh Menteri UMKM Maman Abdurahman. Belum genap 100 hari menjalankan amanahnya, Menteri UMKM telah memberi kado spesial bagi pelaku usaha mikro dan kecil.

BACA JUGA:Berjuang Menyerap Gabah Petani

Menteri UMKM berhasil meminta perpanjangan kebijakan insentif tarif pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,5 persen hingga akhir tahun 2025.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan akan mengakhiri pemberian insentif PPh final tersebut pada akhir tahun 2024. Dan yang patut diapresiasi, upaya tersebut dilakukan dalam kondisi transisi pemisahan organisasi antara Kementerian UMKM dan Kementerian Koperasi. Belum ada struktur organisasi definitif pada saat itu.

Nantinya selama 5 tahun ke depan, akan menjadi arena untuk menguji daya tarung Menteri UMKM serta jajarannya di Kementerian UMKM dalam upaya mensejahterakan dan memajukan UMKM.

Pertarungan epik akan terus tersaji, mengingat problematika yang ada dalam upaya-upaya memberdayakan UMKM.

Hal yang cukup mendasar dan krusial adalah, mensinkronkan dan mengkoordinasikan kebijakan pemberdayaan UMKM dengan kementerian/lembaga, serta pemerintah daerah.

BACA JUGA:Era Baru Timnas Indonesia di Tangan Patrick Kluivert

Menurut Teten Masduki yang merupakan Menteri Koperasi dan UKM pada era Kabinet Indonesia Maju (2019-2024), terdapat 22 kementerian serta 42 lembaga tingkat pusat, daerah, kabupaten, provinsi, serta kota yang mengurusi UMKM. Lebih lanjut, Tenten Masduki menyebut ada masalah dalam pengkoordinasian kebijakan pemberdayaan UMKM.

Sinkronisasi dan koordinasi kebijakan pemberdayaan UMKM tersebut harus menjadi prioritas bagi Kementerian UMKM. Wewenang Kementerian UMKM untuk menyinkronisasikan dan mengkoordinasikan kebijakan pemberdayaan UMKM, cukup kuat. Hal tersebut telah tertuang pada pasal 93-100 PP 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Untuk memudahkan sinkronisasi dan koordinasi kebijakan pemberdayaan UMKM tersebut, perlu diinisiasi Rencana Aksi Pemberdayaan UMKM yang dibalut dengan Instruksi Presiden.

Rencana aksi tersebut harus berisi tentang peran dan tugas dari masing-masing kementerian/lembaga/pemerintah daerah dalam pemberdayaan UMKM.

Hal lain yang perlu mendapat prioritas perhatian adalah legalisasi pengusaha UMKM melalui pemberian Nomor Induk Berusaha (NIB).

BACA JUGA:Pemanfaatan Hutan untuk Cadangan Pangan Indonesia

Sampai tahun 2024, tercatat baru 10 juta pengusaha UMKM yang memiliki NIB. Artinya hanya sebesar 16,6 persen pengusaha UMKM yang memiliki NIB.

Hal ini cukup miris, mengingat pengurusan pembuatan NIB sudah cukup mudah. Namun ternyata, mudahnya proses tersebut ternyata tidak membuat pengusaha UMKM berbondong-bondong membuat NIB.

Kategori :