Atas alasan semua ini Trump diyakini bakal sekuat tenaga mengakhiri perang Ukraina-Rusia.
Sulit ditebak
Konflik Ukraina-Rusia bisa dijelaskan dari awal runtuhnya Uni Soviet pada 1991, yang melahirkan beberapa negara baru, salah satunya Ukraina.
Tapi berbeda dengan pecahan-pecahan Soviet yang lain, Ukraina mewarisi 2.000 senjata nuklir peninggalan Soviet, lengkap dengan peluru kendali dan bomber-bomber strategis, yang membuat Ukraina menjadi pemilik senjata nuklir ketiga terbesar di dunia setelah AS dan Rusia.
Pada 1994 di Budapest, Hungaria, Presiden Bill Clinton menengahi perundingan antara Rusia dan Ukraina, serta Inggris, mengenai solusi senjata nuklir warisan Soviet di Ukraina.
BACA JUGA:Bahaya Tersembunyi di Balik Revolusi Kecerdasan Buatan
Perjanjian itu lalu mengamanatkan Ukraina agar menyerahkan semua senjata nuklir itu kepada Rusia, dengan imbalan Rusia wajib menghormati kemerdekaan dan kedaulatan Ukraina, serta dilarang menggunakan kekuatan militer terhadap Ukraina. Sebaliknya, AS dan Inggris berjanji membantu Ukraina jika diserang Rusia.
Ternyata itu omong kosong belaka karena pada 2014 Rusia menduduki Krimea, AS dan Inggris cuma bisa diam.
Pemerintah Barack Obama yang saat itu memimpin AS, enggan memberikan bantuan senjata kepada Ukraina karena tak ingin membuat Rusia terprovokasi untuk melancarkan perang yang lebih luas.
Tapi begitu pemerintahan AS digantikan oleh Trump, kebijakan Obama itu langsung tercampakkan karena untuk pertama kalinya AS memberikan bantuan senjata kepada Ukraina.
Trump juga tegas terhadap Putin. Salah satu bukti ketegasan itu terlihat ketika dia memberi lampu hijau kepada militer AS untuk menyerang tentara bayaran Wagner Group di Suriah timur, tanpa takut membuka front dengan Rusia.
Ternyata, Trump yang nekat, membuat Putin mengendalikan diri. Tapi, begitu Trump terpental dari kekuasaan untuk digantikan Joe Biden pada 2021, Putin menyerang Ukraina pada 20 Februari 2022.
Kini Trump berkuasa lagi di AS. Putin bakal menghadapi lagi pendekatan Trump yang sulit ditebak.
Semasa kampanye Pemilu 2024 ketika Trump masih menghadapi Biden, Putin mengaku lebih menyukai Biden karena lebih bisa ditebak ketimbang Trump.
BACA JUGA:Femisida dan Impunitas, Tantangan Perlindungan Perempuan
Bagi pemimpin sekaliber Putin, lawan yang sulit ditebak bisa menyulitkan langkah politik mereka karena bisa merusak semua kalkulasi politik yang bisa tiba-tiba memojokkan posisi mereka.