Berbagai sudut dan bangunan Kota Jakarta -dulu bernama Batavia- punya beragam cerita di masa lalu, termasuk sebuah gudang di kawasan pesisir utara kota, tepatnya kawasan Pelabuhan Lama di muara Sungai Ciliwung.
Bangunan yang didirikan pada tahun 1652 dan dinamakan Gudang Barat atau Westzijdsche Pakhuizen itu merupakan kompleks gudang VOC untuk menyimpan rempah-rempah, dan resmi menjadi Museum Bahari pada tahun 1977.
Gudang Barat di kawasan pesisir utara dikenal berada di lahan basah yang punya dua makna. Di satu sisi, kata "basah" mewakili kondisi geografis wilayah muara Sungai Ciliwung yang secara alamiah terbentuk atas sedimentasi hanyutan material dari aktivitas gunung api di sisi selatan Jakarta.
Di sisi lain, "basah" juga bermakna peluang strategis seperti halnya ketika VOC melihat situs Benteng Batavia sebagai titik perdagangan strategis pada masa lalu.
BACA JUGA:Garuda dan Gaung Indonesia di Tanah Genghis Khan Mongolia
Apa yang terjadi dan dilakukan Belanda pada kawasan utara Batavia dan bangunan gudang tersebut, seperti apa nasibnya kini? Setidaknya terjawab dalam pameran "Membangun di Lahan Basah: Dari Gudang Barat hingga Museum Bahari 1652-1977" di Museum Bahari, Jakarta Utara.
Pameran dengan riset sekitar 3 bulan tersebut menyuguhkan informasi sejarah ke dalam medium yang berbeda-beda. Karya-karya mereka ditampilkan dalam bentuk komik digital, cetakan grafis cukil kayu, poster, dan video dokumenter.
Kepala Unit Pengelola (UP) Museum Kebaharian Jakarta, Mis'ari, mengatakan pameran dilakukan demi menggaet minat generasi muda agar mau berkunjung.
Kurator Rifandi S. Nugroho mengajak pengujung menyelami hubungan historis antara air dan daratan, warisan infrastruktur kolonial yang sebagian besar diolah dari buku yang telah diterbitkan Museum Bahari dari hasil riset bersama Pusat Dokumentasi Arsitektur (PDA) berjudul “Westzijdsche Pakhuizen Batavia 1652-1977”, dari Gudang Barat hingga Museum Bahari".
BACA JUGA:Mencegah Pelaporan Guru, Meningkatkan Sinergi dengan Orang Tua Siswa
Dia kemudian mengelaborasinya dengan rekaman ingatan warga setempat tentang kawasan itu pada masa lalu dan kini.
Empat bagian
Secara umum pameran terbagi menjadi empat segmen. Diawali, "Di Permukaan Laut", yang mengisahkan tentang awal mula pembentukan daratan di pesisir utara Jakarta hingga alasan dikenal sebagai tanah subur. Bagian ini menampilkan arsip-arsip dan lukisan karya pelukis-pelukis kolonial tentang pemandangan Batavia dari arah laut dan kisah tentang awal mula pembentukan daratan pesisir utara Jakarta.
Selain melalui arsip peta, ilustrator Yasmin Tri Aryani menggambarkan pembentukan ini dalam bentuk video singkat.
Sementara untuk lukisan yang dihadirkan, salah satunya karya Hendrick Dubbels. Dia menggambarkan pemandangan Kota Batavia berlatar Gunung Salak, Pangrango, dan Gede, yang dilihat dari arah laut, dengan kapal-kapal armada Belanda.
Karya tersebut diciptakan padahal ia tidak pernah datang ke Batavia. Merujuk buku "Westzijdsche Pakhuizen Batavia 1652-1977”, dari Gudang Barat hingga Museum Bahari" (2023), diduga lukisan karya Hendrick merupakan pesanan untuk memberikan gambaran tentang kota.