Raja Salman Gundah, Jualan Minyak Berkurang Akibatkan Duit Arab Saudi Menipis
Raja Salman Gundah, Jualan Minyak Berkurang Akibatkan Duit Arab Saudi Menipis-- (Antara)
BELITONGEKSPRES.COM - Pendapatan kerajaan Arab Saudi dari ekspor minyak dilaporkan anjlok ke level terendah dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Selain dampak pandemi Covid-19, cadangan uang Arab Saudi banyak dihabiskan untuk pembangunan visi 2030.
Mengutip sumber Middle East Minitor (MEMO) pekan lalu, Arab Saudi hanya memperoleh Rp273 triliun dari hasil penjualan minyak keluar negeri pada bulan Juni. Turun 9 persen bila dibandingkan bulan yang sama di tahun lalu. Bahkan turun hingga 12 persen jika dibandingkan penjualan bulan Mei 2024.
Secara keseluruhan, ekspor minyak Arab Saudi bulan Juni mencapai 5,6juta barel perhari. Jumlah ini hanya lebih banyak 250 ribu barel daripada ekspor di awal-awal pandemi Covid-19. Dalam siklusnya, permintaan minyak global berkurang.
Sebagai upaya menekan biaya produksi, Arab Saudi telah memangkas produksi agar harga stabil. Kenyataannya diwaktu yang sama, harga minyak acuan Brent tidak mengalami kenaikan yakni hanya US$76 per barel. Nilai ini lebih rendah 7 persen daripada perdagangan pada waktu yang sama tahun lalu.
BACA JUGA:40 Tahun Dilarang, Arab Saudi Bakal Bangun Bioskop Dekat Ka'bah Mekkah
BACA JUGA:Kementan Ajukan Tambahan Anggaran Rp68 Triliun untuk 2025, Ini Alasannya
Dampaknya tentu saja pada proyek strategis visi 2030. Bisa saja pembangunan akan melambat karena ketersediaan cashflow Arab Saudi menipis. Walau sebenarnya, visi 2030 merupakan upaya diversifikasi ekonomi kerajaan yang selama ini bergantung pada penjualan dan permintaan minyak dunia.
Prediksi menipisnya duit Arab Saudi sebenarnya sudah dibahas sejak tahun 2015 silam. Kala itu Internasional Monetary Fund (IMF) telah melaporkannya. Dalam laporan itu, IMF mengungkapkan harga minyak yang rendah akan memangkas pendapatan negara-negara penghasil minyak.
Negara-negara yang dulunya mempunyai anggaran surplus akan berbalik dengan sangat cepat menjadi negara dengan anggaran defisit seiring harga minyak yang turun drastis. Beberapa negara terpaksa untuk mempersiapkan diri untuk keadaan lebih genting.
IMF melaporkan Arab Saudi setidaknya perlu menyeimbangkan harga dikisaran USD 106 per barel agar sesuai dengan anggarannya. Apalagi Arab Saudi hampir tidak mempunyai cadangan fiskal untuk bertahan jika harga minyak bertahan lama di kisaran USD 50 per barel.