Final 150Tv250T

Dahlan Iskan--

Saya lebih mengenal Cipung sebagai putra gubernur Jatim yang paling asli: Moch Noer. Yang mottonya abadi sampai sekarang: Wong Cilik Iso Gumuyu –orang kecil bisa tersenyum besar.

Cipung dekat dengan Prabowo Subianto yang kini presiden Indonesia. Yakni sejak Prabowo sowan Pak Noer di rumahnya di Surabaya. Saat itu Prabowo cawapres. Capresnya Megawati Soekarnoputri.

Cipung diminta bapaknya untuk mendampingi pertemuan itu. Cipung juga mencatat Prabowo sering mengutip nasihat Pak Noer hari itu: bagaimana bisa membuat orang kecil tersenyum lebar.

Maka setiap kali Prabowo nyapres Cipung selalu terjun di Madura. "Di tiga kali Pilpres Prabowo selalu menang telak di Madura," ujar Cipung.

Kini Cipung masuk tim ekonomi pemerintahan Prabowo. Bersama ketuanya: Prof Burhanuddin Abdullah, mantan Gubernur Bank Indonesia yang kini juga menjabat komisaris utama Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Cipung dan Pak Pung kelihatan akrab. Sebelum obrolan pajak dimulai saya mengajukan permohonan kecil: jangan sampai duo Pung itu bicara dalam bahasa Madura. Saya tidak terlalu paham.

Keduanya memang orang Madura. Sama-sama dari Pamekasan. Sama-sama keluarga pamong praja.

Ayah Pung kemudian dipindah menjadi Sekda di Jember. Karena itu Pung menamatkan SMA di Kediri. Lalu masuk UI. Tidak lama. Pindah ke Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN).

Yang mengangkatnya menjadi dirjen pajak adalah Presiden Gus Dur. Saat itulah Pak Pung menyusun rancangan UU Pajak yang baru. Yang dibuat sangat mirip di Amerika.

Begitu sulit memperjuangkan UU Pajak itu. Setelah melewati lima menteri keuangan, tiga presiden, UU Pajak itu disahkan. Itulah UU No 28 tahun 2007.

"Kalau UU itu dijalankan secara benar, kenaikan rasio pajak melebihi 13 persen pun bisa dicapai," ujar Pak Pung.

Di manakah bolongnya sehingga UU itu tidak bisa dijalankan seideal yang digambarkan Pak Pung?

UU-nya sendiri tidak ada bolongnya. Bolongnya itu di pelaksanaan. Ada aturan di bawah UU yang perlu diluruskan. Perlu dikembalikan seperti yang diperintahkan UU.

BACA JUGA:Generasi Taruna

"Ada kata 'dapat' di UU menjadi 'harus' di aturan pelaksanaan. Sebaliknya ada kata 'harus' di UU menjadi 'dapat' di pelaksanaan," katanya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan