Pakar Gizi Usulkan Hati Ayam dan Jeruk dalam Program MBG untuk Cegah Anemia
Dosen Pangan dan Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Widjaja Lukito dalam simposium "Program Makan Bergizi Gratis sebagai Motor Penggerak Transformasi Sistem Pangan Tangguh Berbasis Potensi Pangan Fungsional dan Kearifan Lokal-Nasional"-Lintang Budiyanti Prameswari-ANTARA
BELITONGEKSPRES.COM - Widjaja Lukito, dosen Pangan dan Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI), mengusulkan agar hati ayam dan jeruk dimasukkan dalam menu program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk mengatasi masalah anemia, terutama pada siswa.
Menurutnya, meskipun masyarakat seringkali terpengaruh oleh pola makan Barat yang cenderung menghindari jeroan, hati ayam terbukti sangat efektif dalam memperbaiki kondisi anemia. "Misalnya, dengan mengonsumsi dua potong hati ayam setiap hari, perbaikan anemia bisa lebih cepat dibandingkan dengan mengandalkan pil besi," ujarnya dalam wawancara di Jakarta, Senin.
Widjaja menjelaskan bahwa hati ayam mengandung zat besi jenis heme yang dapat diserap dengan cepat oleh tubuh, mempercepat proses pemulihan anemia. "Hati ayam mengandung heme yang langsung dapat diserap tubuh, sementara pil besi memerlukan bantuan vitamin C untuk meningkatkan penyerapan. Oleh karena itu, sangat baik jika dalam MBG terdapat jeruk dan hati ayam, karena penyerapannya jauh lebih optimal," jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa penelitian menunjukkan peningkatan kadar zat besi dalam tubuh dapat berdampak positif pada daya ingat dan konsentrasi siswa. "Ketika kadar zat besi meningkat, memori dan perhatian siswa juga ikut membaik," kata Widjaja.
BACA JUGA:Hari Guru, Menteri Keuangan Sri Mulyani Apresiasi Peran Guru dalam Kemajuan Bangsa
BACA JUGA:Fakta Alwin Jabarti Kiemas, Keponakan Megawati yang Terlibat Kasus Judi Online Kemkomdigi
Selain itu, Widjaja menekankan pentingnya mengukur keberhasilan program MBG tidak hanya dari perbaikan status gizi anak, tetapi juga dampaknya terhadap hasil klinis, seperti peningkatan perhatian siswa di kelas, penurunan angka absensi, dan perbaikan konsentrasi. "Jika anak diberikan makanan bergizi dan status gizinya membaik, itu harus tercermin dalam hasil klinis, seperti perhatian yang lebih baik dalam pelajaran," tambahnya.
Data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2024 menunjukkan bahwa 32% remaja, terutama remaja putri berusia 15-24 tahun, mengalami anemia defisiensi zat besi, yang jika tidak ditangani, dapat berisiko menyebabkan kelahiran anak stunting. (ant)