Urgensi Korporasi Menjaga Reputasi di Era Media Sosial

Ilustrasi - Petugas mendeteksi berita hoaks yang beredar di jejaring media sosial.-Nyoman Hendra Wibowo/hp/aa.- ANTARA FOTO

BACA JUGA:Transformasi Pendidikan Melalui Kurikulum Merdeka

Kunci dari semua ini dengan secara berkala melakukan monitoring di media sosial dan media massa. Awal terjadinya krisis, baik yang terkait langsung maupun tidak langsung, justru bisa termonitor dari media sehingga langkah-langkah penanganan bisa dilaksanakan sedini mungkin untuk tidak terjebak dalam krisis berkepanjangan.

Salah satu krisis yang dapat diprediksi adalah kebijakan ekonomi kaitannya dengan perdagangan internasional. Sebut ada BUMN yang produknya bergantung pada ekspor, tatkala terjadi masalah di negara tujuan utama tentunya bakal berpengaruh terhadap perusahaan. Di sini peran dari CRM untuk segera melakukan berbagai aksi korporasi agar tidak terjebak di dalam krisis berkepanjangan.

Kolaborasi

Kunci dari keberhasilan BUMN dan korporasi untuk menjaga reputasi di era media sosial adalah menjalin kolaborasi dengan pemangku kepentingan. Karena itu, ketika menghadapi krisis maka peran dari pemangku kepentingan sangat penting. Ibarat tetangga di dalam kawasan perumahan, apabila pemilik rumah tersangkut masalah hukum, jangan sampai malah dikucilkan, tetapi justru diberikan dukungan.

Hal serupa juga dialami BUMN apabila bisa menjalin kerja sama yang baik dengan masyarakat sekitar, komunitas, media massa, pemegang saham, investor, Pemerintah Pusat/ daerah, ditambah dengan pemengaruh (influencer di era media sosial) bisa menjadi penyelamat tatkala perusahaan mengalami krisis.

BACA JUGA:Urgensi Peningkatan Literasi Dasar di Indonesia

Komunikasi dengan pihak-pihak tersebut harus terjalin secara berkesinambungan. Jangan ada kesan merasa dibutuhkan kalau ada masalah. Oleh karena itu, penting komunikasi korporat BUMN menyelenggarakan berbagai aktivitas yang melibatkan para pemangku kepentingan secara berkesinambungan.

Apakah itu termasuk ekonomi biaya tinggi? Tentunya maksudnya bukan demikian. Melakukan pemeliharaan (maintenance) terhadap lingkungan memang menjadi program perusahaan-perusahaan terkemuka di dunia. Mereka paham biaya untuk memperbaiki reputasi yang rusak membutuhkan biaya yang besar juga sehingga penting untuk memelihara hubungan dengan pemangku kepentingan.

Sekadar mengajak pimpinan komunitas minum kopi di tengah kondisi yang kondusif (sedang tidak krisis) dan hanya ngobrol dan berdiskusi tentang sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan kondisi perusahaan, bisa menjadi salah satu cara untuk membina hubungan.

Tugas dari pejabat komunikasi korporat memetakan pemangku kepentingan, baik di lingkup internal maupun eksternal. Kemudian disiapkan masing-masing treatment (penanganan) yang cocok termasuk mengatur jadwal kegiatan, penganggaran termasuk bahasan apa yang cocok untuk disampaikan.

BACA JUGA:Menyeimbangkan Bandul Geopolitik dengan Diplomasi

Tentunya akan berbeda pesan komunikasi yang disampaikan pada program makan bergizi gratis dengan masyarakat sekitar terkait dengan lapangan kerja yang tersedia. Untuk pesan ini memang harus disiapkan secara matang dan terarah tetapi mengena terhadap sasaran (khalayak).

Penting juga untuk menyiapkan sejumlah skenario yang bakal dipakai apabila terjadi krisis. Skenario ini tentunya berhubungan erat dengan bidang usaha dari perusahaan atau BUMN. Apa saja upaya restrukturisasi yang dilakukan, langkah apa saja yang disiapkan, termasuk pesan komunikasi yang akan disampaikan. Sebutlah perusahaan tambang yang erat kaitannya dengan krisis kebencanaan. Kasus depo Pertamina Plumpang Jakarta Utara yang terbakar menjadi pembelajaran penanganan krisis. (ant)

Oleh: Ganet Dirgantara

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan