Pilkada 2024 Ajang Kedewasaan Berpolitik
Pjs Wali Kota Surakarta Dhoni menandatangani Deklarasi Pilkada Damai di Solo, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu--(ANTARA/Aris Wasita)
Harapannya, tak perlu ada politik identitas polarisasi mengingat pilkada lebih resisten dibandingkan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg).
FKUB berkomitmen menjadi penyeimbang dengan terus memberikan imbauan kepada umat untuk bersikap dewasa dalam menyikapi perbedaan.
Pilkada damai perlu tercipta di Solo karena tidak dipungkiri, semenjak terpilihnya Jokowi sebagai presiden selama dua periode dan saat ini Gibran Rakabuming Raka menjadi wakil presiden, Solo menjadi episentrum politik di Indonesia. Solo menjadi magnet bagi sejumlah orang yang masuk ke kontestasi pilkada.
Meski demikian, sejauh ini sebagian besar masyarakat masih tetap memilih untuk menjadi mayoritas senyap untuk menjaga kondusivitas lingkungan masing-masing.
Meski banyak warga Solo tak mau terbuka dengan pilihan politik mereka, bukan berarti mereka tidak punya pilihan. Masyarakat lebih ingin merahasiakan pilihan mereka hingga ke bilik suara.
Terbukti, pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lalu partisipasi pemilih di Kota Solo mencapai 87,45 persen. KPU mencatat dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) 439.009 orang, tingkat partisipasi pemilihan Presiden dan Wapres di angka 383.918 orang.
BACA JUGA:Pusaran Konflik dan Jembatan Melewatinya
Artinya, masyarakat di Solo sudah memiliki kedewasaan tinggi dalam berpolitik. Mereka tidak ingin pesta lima tahunan ini berdampak pada gesekan berkepanjangan akibat beda pilihan.
Selain itu, Solo tidak hanya menjadi ajang kompetisi politik lokal, tetapi juga panggung penting bagi masa depan demokrasi Indonesia.
Dengan kedewasaan politik yang dimiliki masyarakatnya, Solo menunjukkan bahwa demokrasi tidak harus diwarnai konflik, melainkan bisa menjadi momentum untuk mewujudkan stabilitas, harmoni, dan kemajuan bersama. (antara)