Hendrya Sylpana

Revisi UU Cipta Kerja dan Peningkatan Kesejahteraan Buruh

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli saat menyampaikan keterangan seputar keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai judicial review Undang-Undang Cipta Kerja, di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (4/11/2024). -Rangga Pandu Asmara Jingga-ANTARA

Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengabulkan sebagian besar gugatan yang diajukan oleh serikat buruh terkait Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Dalam putusannya, MK merevisi 21 pasal yang dianggap merugikan pekerja, dengan fokus pada perlindungan hak-hak buruh.

Keputusan ini jadi angin segar bagi kalangan pekerja yang selama ini merasa bahwa UU Cipta Kerja lebih menguntungkan pengusaha daripada melindungi kesejahteraan pekerja.

Beberapa perubahan dalam putusan ini termasuk pembatasan durasi kontrak kerja waktu tertentu (PKWT) maksimal lima tahun, pengaturan lebih ketat mengenai outsourcing, serta pengembalian hak libur dua hari dalam seminggu bagi pekerja. Selain itu, MK juga mendahulukan prioritas tenaga kerja lokal dalam menghadapi persaingan dengan tenaga kerja asing (TKA), serta perlunya penetapan upah minimum yang adil dan layak.

Salah satu bagian dari putusan MK yakni pembatasan durasi PKWT maksimal lima tahun. Sebelumnya, tak ada batasan jelas terkait durasi kontrak kerja, sehingga banyak pekerja terjebak dalam status kontrak tanpa kepastian menjadi karyawan tetap. Dengan adanya batasan ini, pekerja punya jaminan lebih baik untuk diangkat sebagai karyawan tetap setelah masa kontraknya selesai.

BACA JUGA:Ekonomi Rendah Emisi di Lahan Gambut

Selain itu, MK juga mengembalikan hak pekerja untuk mendapatkan libur dua hari dalam seminggu, lebih lagi bagi pekerja yang bekerja lima hari dalam seminggu. Hal ini menganjurkan keseimbangan yang baik antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi para pekerja, satu hal yang sebelumnya dilupakan dalam UU Cipta Kerja.

Serikat buruh menyambut baik putusan ini dan menganggap sebagai kemenangan besar. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Andi Gani Nena Wea, menyatakan bahwa keputusan MK ini membalikkan ekspektasi banyak pihak yang sebelumnya pesimistis akan hasil gugatan buruh. Dengan dikabulkannya 70 persen dari gugatan yang diajukan oleh serikat buruh, banyak pihak merasa bahwa keadilan masih ada bagi para pekerja di Indonesia.

UU Cipta Kerja yang Diperbaiki

Sekalipun Mahkamah Konstitusi sudah mengabulkan sejumlah gugatan terkait Undang-Undang Cipta Kerja, ada beberapa aspek yang dinilai belum sepenuhnya melunasi harapan buruh. Sejumlah faktor dalam UU Cipta Kerja mesti diuji lebih lanjut dan diperbaiki untuk memastikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja.

Salah satu isu yang jadi perhatian serikat buruh adalah "pengupahan". Kendati MK telah mengembalikan beberapa ketentuan upah minimum, buruh masih menuntut formula upah minimum yang lebih adil dan mempertimbangkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

BACA JUGA:Generasi Z dalam Pusaran Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024

Serikat buruh menilai bahwa formula upah minimum yang ada sekarang belum sepenuhnya mencatat inflasi dan kebutuhan dasar pekerja. Buruh mengharapkan pemerintah bisa menetapkan kebijakan pengupahan yang responsif pada kondisi ekonomi lokal dan nasional, serta melibatkan serikat pekerja dalam proses perumusan kebijakan pengupahan. Dengan demikian upah minimum dapat merepresentasikan standar hidup layak di setiap daerah.

Proses pemutusan hubungan kerja (PHK) juga jadi salah satu isu yang paling disorot dalam UU Cipta Kerja. Walaupun MK sudah memperketat aturan tentang PHK dengan mewajibkan adanya perundingan bipartit terlebih dahulu, banyak buruh merasa bahwa proses PHK terlalu mudah dilakukan oleh perusahaan. Pekerja merasa jadi pihak yang rentan dalam situasi ketidakpastian ekonomi, terutama di sektor-sektor padat karya.

Serikat buruh berharap adanya mekanisme perlindungan yang kuat bagi pekerja, termasuk kewajiban perusahaan untuk memberi kompensasi yang layak dan menjalani proses mediasi sebelum keputusan PHK diambil.

Selain pengupahan dan PHK, masalah "pesangon" juga jadi atensi bagi serikat buruh. Biarpun MK telah mengembalikan beberapa ketentuan pesangon, banyak buruh menilai pesangon yang diatur dalam UU Cipta Kerja belum memadai, terutama bagi pekerja dengan masa kerja panjang.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan