Tarif Cukai Naik: Peredaran Rokok Ilegal Jadi Tantangan, Pemerintah Diminta Rumuskan CHT 2025

Ilustrasi Cukai--

BELITONGEKSPRES.COM - Pada pidato yang disampaikan di Gedung DPR RI pada Jumat 16 Agustus, Presiden Joko Widodo menguraikan rincian Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, termasuk estimasi penerimaan cukai yang diperkirakan mencapai Rp 244 triliun, tumbuh 5,9 persen dari tahun sebelumnya.

Menanggapi rencana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT), Imanina Eka Dalilah, peneliti dari Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB), memberikan peringatan tentang potensi dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan tersebut. 

Menurutnya, kenaikan tarif CHT tidak hanya mempengaruhi pendapatan negara dan kesehatan publik, tetapi juga dapat berdampak negatif pada sektor tenaga kerja, industri, dan pertanian.

Imanina menjelaskan bahwa meskipun peningkatan tarif CHT bertujuan untuk mengurangi konsumsi rokok, kenyataannya banyak konsumen beralih ke produk rokok yang lebih murah, termasuk rokok ilegal. 

BACA JUGA:Pembangunan Infrastruktur BBM Satu Harga di Papua Hampir Selesai, Pertamina Optimistis Capai Target 152 SPBU

BACA JUGA:Sri Mulyani Konfirmasi Kenaikan Tarif PPN Menjadi 12 Persen Tahun Depan

Penelitian PPKE FEB UB menunjukkan bahwa kenaikan tarif CHT tidak selalu menurunkan minat merokok, melainkan mendorong pergeseran ke produk ilegal, yang dapat merugikan pendapatan negara.

"Untuk setiap kenaikan tarif CHT, diperlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap perusahaan rokok ilegal. Saat ini, rokok ilegal menyumbang sekitar 6,86 persen dari total peredaran rokok, dan ini berpotensi menghilangkan pendapatan negara sebesar Rp 15,01 triliun," tegas Imanina.

Data menunjukkan bahwa lebih dari 70 persen perokok di Indonesia berasal dari kelompok pendapatan menengah ke bawah. Kenaikan harga rokok yang signifikan sering kali mendorong mereka untuk mencari alternatif lebih murah seperti rokok ilegal jenis polosan dan salah peruntukan (saltuk). 

"Rokok polosan sering dijual dengan harga jauh lebih rendah, menarik bagi konsumen dengan anggaran terbatas. Sementara itu, rokok saltuk menunjukkan lemahnya penegakan hukum dalam pelaporan dan distribusi," imbuh Imanina.

BACA JUGA:BNI Bersama OJK Beri Edukasi Bahaya Judi Online kepada Pekerja Konstruksi IKN

BACA JUGA:Pemerintah Rancang APBN 2025 untuk Atasi Jebakan Pendapatan Menengah

Gappri, yang mewakili industri hasil tembakau (IHT) legal, juga mengungkapkan kekhawatiran mereka mengenai kebijakan cukai. Ketua Umum Gappri, Henry Najoan, menekankan tiga catatan penting untuk pemerintah:

1. Penundaan Kenaikan Tarif CHT: 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan