Membela Calon Generasi Emas dari Ancaman Judi Online
Aktivitas anak PAUD di suatu daerah sebagai upaya menyiapkan generasi emas Indonesia 2045--
Namun pada data di atas, usia remaja merupakan kelompok anak yang paling banyak terpapar judi online. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2023 pun mencatat penetrasi pengguna internet paling banyak adalah kelompok remaja usia 13-18 tahun.
Dosen Ilmu Psikologi Universitas Tarumanagara Debora Basaria mengatakan bahwa fase remaja dimulai dari usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun. Dalam fase tersebut, remaja cenderung menunjukkan perilaku impulsif seperti bertindak tanpa perencanaan dan memikirkan konsekuensinya, serta cenderung mencari pengalaman baru.
Perilaku impulsif itu seyogyanya wajar jika terjadi terhadap para remaja, tetapi kewajaran itu perlu ada batasnya jika tindakan mengarah kepada aktivitas yang berisiko seperti judi online. Apalagi, ada kasus sejumlah remaja yang justru mempromosikan judi online melalui media sosial.
BACA JUGA:Tantangan Pendidik di Era Kurikulum Merdeka dalam Mengelola Kelas yang Inklusif dan Beragam
BACA JUGA:Pemerintah Berkomitmen Cegah Anak jadi Korban Judi Online
Penyebaran candu judi online pun tak bisa diabaikan karena sejumlah dampak yang dimunculkan justru memunculkan kerugian bagi masyarakat. Maka dari itu, semua pihak perlu mengantisipasinya fenomena itu demi mencegah banyaknya anak-anak yang harus terlibat pidana.
"Sepertinya misalnya terjadi perilaku, saking sudah kecanduan judi online, mereka melakukan pencurian untuk mendapatkan uang," kata Debora.
Dalam sebuah temuan riset, menurutnya seorang remaja yang berada pada tingkat "judi parah", memiliki kesenangan yang dramatis untuk menang. Sehingga individu tersebut memiliki keinginan untuk terus berjudi dan menghabiskan banyak uang hanya untuk memuaskan diri.
Pada akhirnya, faktor terpenting dalam pembentukan generasi emas berada pada tingkat keluarga dan lingkungannya. Masyarakat tidak boleh abai dan sebisa mungkin mengetahui kondisi kesejahteraan di antara tetangganya.
Jika kondisinya sudah baik, keluarga dan lingkungan perlu membentuk dan menguatkan karakter anak dan remaja terhadap hal-hal baik dan menyosialisasikan bahayanya tindakan yang mengarah pada pidana.
"Jadi pendekatan yang sangat terintegrasi dari seluruh pihak memang saya sarankan," kata akademisi tersebut. (ant)
Oleh Bagus Ahmad Rizaldi