KPK Sebut Sudah Periksa 300 Biro Penyelenggara Haji Khusus
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Prasetyo memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/10/2025)-Rio Feisal-ANTARA
BELITONGEKSPRES.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024 di Kementerian Agama (Kemenag). Hingga kini, KPK telah memeriksa lebih dari 300 biro penyelenggara haji khusus (PIHK) di berbagai wilayah Indonesia.
“Sudah lebih dari 300 PIHK yang dimintai keterangan untuk kepentingan penghitungan kerugian keuangan negara,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis.
Menurut Budi, pemeriksaan tidak hanya terpusat di Jakarta, tetapi juga mencakup sejumlah daerah seperti Jawa Timur, Yogyakarta, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan. Pemeriksaan tersebut menjadi bagian dari upaya KPK memetakan aliran dana serta peran masing-masing penyelenggara dalam distribusi kuota haji.
Kasus ini pertama kali diumumkan ke publik pada 9 Agustus 2025, setelah KPK memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dua hari sebelumnya. Lembaga tersebut juga tengah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung total kerugian negara.
BACA JUGA:Publik Tunggu Hasil, KPK Ungkap Alasan Kasus Korupsi Kuota Haji Butuh Waktu Lama
Hasil penghitungan awal KPK dan BPK menunjukkan indikasi kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun. Seiring penyidikan berjalan, tiga orang dicegah bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut Cholil Qoumas.
Pada tahap lanjutan, KPK menduga sedikitnya 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji turut terlibat dalam skema penyimpangan kuota tersebut. Dugaan itu diperkuat dengan temuan awal mengenai pola pembagian kuota tambahan haji yang tidak sesuai ketentuan undang-undang.
Secara paralel, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan haji 2024, terutama pada pembagian kuota tambahan sebesar 20.000 jemaah dari Pemerintah Arab Saudi.
Menurut Pansus, Kemenag membagi kuota tambahan tersebut secara tidak proporsional, 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus yang jelas bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Regulasi itu menegaskan kuota haji khusus hanya 8 persen, sementara 92 persen diperuntukkan bagi jemaah haji reguler.
Kasus ini kini menjadi salah satu fokus utama penegakan hukum di sektor keagamaan. KPK memastikan penyidikan akan dilakukan secara transparan untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap pengelolaan dana dan kuota haji nasional. (ant)