Langgar SOP Keamanan Pangan, BGN Tutup 112 Dapur MBG
Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S. Deyang memberikan keterangan di Kantor Badan Gizi Nasional (BGN) di Jakarta, Jumat (26/9/2025)-Galih Pradipta-ANTARA FOTO
BELITONGEKSPRES.COM - Badan Gizi Nasional (BGN) menutup sebanyak 112 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang terbukti melanggar standar operasional prosedur (SOP) dan berpotensi menimbulkan risiko keamanan pangan bagi penerima manfaat Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Penutupan ini dilakukan setelah serangkaian evaluasi terhadap dapur penyedia makanan di berbagai daerah.
Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, mengatakan dari total SPPG yang ditutup, hanya 13 di antaranya yang telah menyatakan siap beroperasi kembali. Namun, pembukaan ulang baru akan dilakukan setelah pihak terkait memastikan semua persyaratan dan sertifikasi terpenuhi. “Kalau yang bermasalah ingin buka lagi, mereka harus memenuhi syarat dan sudah memiliki sertifikasi yang ditetapkan,” ujar Nanik di Jakarta, Selasa.
Ia menjelaskan, terdapat tiga sertifikasi wajib bagi SPPG sesuai SOP pemerintah, yakni Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP), serta sertifikasi halal.
Selain itu, penyedia juga wajib memiliki sertifikasi air bersih dan memastikan dapur memenuhi standar teknis, termasuk penggunaan ruang pendingin di area pemorsian makanan untuk mencegah kerusakan pangan.
BACA JUGA:BGN Hapus 1.414 Usulan SPPG Tak Berkembang, Buka Peluang Mitra Serius Dukung MBG
BACA JUGA:Prabowo Puji Kepala BGN, Rp70 Triliun Anggaran MBG Dikembalikan ke Negara
“Masih banyak dapur yang belum pakai sistem pendingin di ruang pemorsian. Padahal itu penting supaya makanan tidak cepat basi,” ujarnya.
Sebelumnya, BGN mencatat hanya 35 dapur yang sudah memiliki SLHS, sebagian besar berasal dari rumah makan atau restoran yang memang diwajibkan memiliki izin tersebut. Kini, dari total 12.510 SPPG di seluruh Indonesia, semua diwajibkan memenuhi SLHS setelah muncul sejumlah kasus keracunan makanan.
“Dulu belum wajib karena BGN punya standar sendiri. Tapi setelah ada insiden, SLHS jadi wajib. Ada yang masak terlalu dini, ada yang tidak mensterilkan alat makan. Hal-hal seperti itu yang memicu masalah,” kata Nanik.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menegaskan bahwa insiden keracunan dalam program MBG bukan semata soal angka, melainkan keselamatan setiap anak penerima manfaat. Ia menekankan perlunya perbaikan tata kelola dari tingkat pusat hingga daerah secara sistematis.
BACA JUGA:Pemerintah Targetkan Program MBG Jangkau 82,9 Juta Penerima pada Maret 2026
BACA JUGA:Survei: 22,7 Persen Responden Nilai Program MBG Prabowo-Gibran Paling Bermanfaat
“Tidak boleh ada satu pun anak yang bermasalah karena program ini. Sekarang koordinasi pengawasan dilakukan lintas kementerian: BGN sebagai penyelenggara, Kementerian Kesehatan lewat puskesmas, dan Kementerian Dalam Negeri lewat Dinas Kesehatan,” tegas Zulhas.
Pemerintah menargetkan program Makan Bergizi Gratis menjangkau 82,9 juta penerima manfaat hingga 26 Maret 2026 dengan standar keamanan pangan yang ketat dan risiko nol insiden. (ant)