Kalah Takut
Dahlan Iskan--
Stasiunnya, dengan bandaranya, sama-sama istimewa. Kini tidak hanya Tiongkok yang hebat di bidang ini.
Saya dapat gerbong 13. Paling belakang. Posisi tempat duduk kami di tengah. Berhadap-hadapan dengan penumpang lain. Ada meja di antaranya.
Hanya jendelanya berbeda. Khususnya yang duduk di dekat jendela. Dua wanita. Dari Indonesia. Rupanya ibu dan anaknyi.
Saya amati interior gerbong ini: bintang empat –Whoosh adalah bintang lima. Ketika masih baru. Saya amati layar komputer di depan itu: kecepatan maksimumnya 300 km/jam –Whoosh 350 km/jam.
BACA JUGA:Madura Kaili
BACA JUGA:Hilirisasi Rudi
Sepanjang perjalanan dari bandara Jeddah ke Madinah hanya berhenti satu kali: di kawasan ekonomi khusus Jeddah.
Di stasiun inilah rel kereta cepat yang dari Makkah ke Madinah bertemu. Juga yang dari stasiun Sulaimaniyah di pusat kota Jeddah.
Tentu sepanjang perjalanan hanya bisa melihat padang pasir dan gunung batu. Jangan bandingkan dengan indahnya pemandangan luar jendela kereta Whoosh.
Yang penting, perjalanan ini begitu efisien. Hanya 1,45 jam. Sudah sampai Madinah. Bandingkan dengan sebelum ada kereta cepat: lima jam dengan bus.
Meski kalah pintar dari wartawan itu saya masih bisa salat Asar di Masjid Nabawi –tempat tinggal Nabi Muhammad di kala hidup beliau.
Matahari sore masih tinggi. Apalagi hotel kami tepat di seberang gerbang No 316 masjid itu.
Pada saatnya nanti saya ingin merasakan kereta di bagian timur Arab Saudi: antara Buraydah–Riyadh.
BACA JUGA:Setelah Putaran
BACA JUGA:Solusi Sapi