Sering Mimpi Buruk Berulang? Bisa Jadi Tanda Awal Lupus, Ini Penjelasannya
Ilustrasi mimpi buruk berulang--Freepik
BELITONGEKSPRES.COM - Dalam beberapa tahun terakhir, pemahaman terhadap sistem imun dan manifestasi neurologis pada penyakit autoimun seperti lupus (Systemic Lupus Erythematosus/SLE) semakin berkembang.
Salah satu temuan yang menarik perhatian para peneliti adalah hubungan antara gangguan tidur terutama mimpi buruk yang intens dan berulang dengan episode flare-up lupus.
Fenomena ini tidak lagi dianggap sebagai gejala sekunder atau efek samping psikologis, tetapi sebagai bagian dari spektrum gejala neuropsikiatri yang dapat mendahului aktivasi sistem imun.
1. Mimpi Buruk sebagai Gejala Neuropsikiatri Pra-Flare
Laporan kasus dan studi observasional menunjukkan bahwa mimpi buruk yang berulang bisa termasuk dalam kategori neuropsychiatric lupus (NPSLE), yaitu keterlibatan sistem saraf pusat dan perifer dalam proses autoimun.
BACA JUGA:Bukan Flu Biasa, Ini Tanda Sakit Tenggorokan yang Bisa Berujung Kanker
BACA JUGA:Kanker Payudara Jadi Pembunuh Nomor 1 di RI! Ini Ciri-Ciri yang Sering Diabaikan
Mimpi-mimpi tersebut sering kali memiliki konten emosional tinggi, tema kekerasan, atau sensasi terjebak, dan muncul secara konsisten sebelum flare-up.
Gejala lain yang dapat menyertai meliputi disorientasi, gangguan konsentrasi, hingga halusinasi. Secara klinis, ini mengindikasikan adanya gangguan transmisi neurologis yang disebabkan oleh peradangan atau disregulasi imun di otak.
2. Korelasi Temporal dengan Eksaserbasi Penyakit
Sebuah studi longitudinal terhadap pasien lupus menemukan bahwa sekitar 60% responden mengalami mimpi buruk berulang dalam 6–12 bulan sebelum flare-up signifikan. Hal ini menandakan adanya korelasi temporal yang kuat antara aktivitas mimpi dan dinamika imunologis sistemik.
Peran sitokin proinflamasi, seperti IL-6 dan TNF-α, yang diketahui terlibat dalam respons imun lupus, juga dikaitkan dengan gangguan tidur, termasuk mimpi buruk. Keterlibatan molekul ini diduga memediasi perubahan aktivitas otak selama fase tidur REM, di mana mimpi paling intens terjadi.
BACA JUGA:Tips Mengatasi Maag di Malam Hari Tanpa Obat, Dijamin Tidur Lebih Nyaman
BACA JUGA:Cara Bertahap Mengembalikan Pola Tidur Setelah Libur Lebaran
3. Halusinasi dan Disosiasi Sensorik
Dalam beberapa kasus, pasien melaporkan mengalami halusinasi visual dan auditif yang menyerupai mimpi, meskipun terjadi dalam kondisi sadar. Ini berpotensi terkait dengan neuroinflamasi yang mempengaruhi area tertentu di korteks serebral.
Gejala-gejala ini sering muncul bersamaan dengan gejala sistemik lainnya, seperti kelelahan ekstrem, demam ringan, dan nyeri sendi, dan dapat menjadi indikator penting bahwa sistem saraf terlibat aktif dalam patogenesis lupus.