Tutup Celah Korupsi: Prabowo Berencana Hapus Kuota Impor untuk Komoditas Pangan
Mentan Amran Sulaiman mengecek isi kemasan Minyakita menggunakan gelas ukur, Sabtu (8/3)--Instagram @a.amran_sulaiman
BELITONGEKSPRES.COM - Presiden Prabowo Subianto mengusulkan penghapusan sistem kuota impor, termasuk untuk komoditas pangan. Langkah ini berbeda dari kebijakan sebelumnya yang mengatur pembatasan impor pada sejumlah produk seperti beras dan daging. Meski diterapkan untuk melindungi produsen lokal, sistem kuota kerap dikritik karena membuka celah praktik korupsi.
Selama bertahun-tahun, kuota impor dijadikan dalih untuk melindungi petani lokal. Namun faktanya, sistem tersebut kerap melahirkan celah korupsi.
Dari skandal impor sapi yang menjerat elite politik pada 2013 hingga kasus impor gula yang baru-baru ini menyeret nama mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong sebagai tersangka, semuanya berakar dari kebijakan yang tertutup dan penuh kolusi.
Prabowo menyatakan dengan tegas: "Siapa yang mampu, siapa yang mau impor silakan. Bebas." Ucapannya menggarisbawahi pentingnya menciptakan ekosistem perdagangan yang lebih terbuka, kompetitif, dan bersih dari campur tangan mafia pangan.
BACA JUGA:Presiden Prabowo Optimis Hadapi Kebijakan Tarif Impor AS
BACA JUGA:Ditengah Gejolak Ekonomi Dunia, Pemerintah Andalkan APBN hingga Danantara
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan, meski mekanisme kuota dihapus, kepentingan petani tetap menjadi prioritas. Menurutnya, arahan Presiden jelas: bersihkan sektor pangan dari korupsi, mafia, dan kartel.
“Sudah ada lebih dari 20 tersangka mafia pupuk dan minyak goreng,” tegas Amran, menunjukkan bahwa pemerintah tidak tinggal diam.
Amran juga membantah kekhawatiran bahwa pelonggaran impor akan memukul petani. Saat ini, katanya, penyerapan gabah oleh Bulog justru naik drastis hingga 2.000 persen. Dengan stok beras dari petani lokal yang terus bertambah, kebutuhan akan impor otomatis menurun.
Data dari BPS bahkan menunjukkan produksi beras nasional pada kuartal pertama 2025 menjadi yang tertinggi dalam satu dekade terakhir. Artinya, jika produksi dalam negeri kuat, mekanisme pasar akan otomatis menyeimbangkan diri tanpa harus mengandalkan pembatasan impor yang rentan disalahgunakan.
Alih-alih menunjuk pihak-pihak tertentu sebagai importir, sistem baru akan membuka ruang bagi siapa pun yang memenuhi syarat untuk berpartisipasi. Ini juga bagian dari langkah mempercepat reformasi birokrasi dan menekan praktik perizinan yang berbelit dan berbayar mahal.
Lebih dari sekadar kebijakan perdagangan, keputusan Presiden Prabowo mencerminkan arah baru dalam mengelola pangan nasional: terbuka, adil, dan bebas dari mafia. Karena ketika sistem diperbaiki, perlindungan terhadap petani dan konsumen bisa berjalan tanpa harus mengorbankan integritas negara. (jawapos)