Kapolri Perintahkan Kabareskrim Usut Teror Kepala Babi dan Bangkai Tikus terhadap Tempo
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo--Mabes Polri
BELITONGEKSPRES.COM - Peristiwa teror yang menimpa kantor Tempo menjadi sorotan berbagai pihak, termasuk aparat kepolisian dan pegiat hak asasi manusia. Insiden berupa pengiriman kepala babi dan bangkai tikus yang ditujukan kepada jurnalis Tempo menuai kecaman dan memunculkan kekhawatiran akan kebebasan pers di Indonesia.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa kepolisian akan menindaklanjuti kasus ini secara serius.
Ia telah menginstruksikan Kabareskrim Polri, Komjen Pol Wahyu Widada, untuk segera melakukan penyelidikan guna mengungkap pelaku di balik aksi teror tersebut. Pernyataan ini disampaikan Sigit seusai kegiatan safari Ramadan di Masjid Raya Medan, Sabtu, 22 Maret.
“Kami akan memberikan pelayanan terbaik dalam menangani kasus ini. Saya telah mengarahkan Kabareskrim untuk segera menyelidiki dan menindaklanjuti kejadian ini,” tegas Sigit.
Di sisi lain, insiden ini mendapat perhatian serius dari berbagai organisasi yang mendukung kebebasan pers.
BACA JUGA:Teror Paket Bangkai Hewan ke Tempo, Waketum Kadin Bidang Industri Pers Desak Usut Tuntas
BACA JUGA:Teror Kepala Babi ke Jurnalis Tempo, Istana Beri Respons Santai, Hasan Nasbi: Dimasak Saja
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mendesak pihak berwenang untuk segera melakukan investigasi menyeluruh dan menindak pelaku beserta dalangnya. Menurutnya, pembiaran terhadap teror semacam ini akan berdampak buruk bagi iklim kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia.
“Kami meminta otoritas negara untuk segera melakukan penyelidikan resmi dan membawa para pelaku ke pengadilan dengan hukuman yang setimpal,” ujar Usman.
Ia menyoroti bahwa kejadian ini bukan sekadar ancaman terhadap individu jurnalis, melainkan terhadap kebebasan berekspresi secara keseluruhan.
Menurutnya, pola serangan seperti ini merupakan bentuk intimidasi yang bertujuan menciptakan ketakutan di kalangan jurnalis agar enggan mengungkap fakta yang berpotensi mengungkap ketidakberesan dalam kebijakan pemerintah maupun proses legislasi.
“Teror ini merupakan upaya membungkam jurnalisme kritis. Jika terus dibiarkan, menjadi jurnalis atau aktivis di Indonesia akan lebih menyerupai vonis mati daripada sebuah profesi,” tambah Usman.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi jurnalis dan memastikan kebebasan pers tetap terjamin. Pihak berwenang diharapkan bertindak proaktif dalam menangani kasus ini agar serangan terhadap media tidak berulang di masa mendatang.
Kasus ini menjadi ujian bagi komitmen pemerintah dalam menjamin kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi. Seberapa cepat dan transparan penyelidikan ini dilakukan akan menentukan apakah Indonesia benar-benar melindungi hak jurnalis atau justru membiarkan ancaman semacam ini terus terjadi tanpa kejelasan. (jawapos)