BELITONGEKSPRES.COM - Polemik terkait posisi Polri kembali mencuat setelah PDI Perjuangan mengusulkan agar institusi tersebut berada di bawah wewenang Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Usulan ini muncul dengan alasan dugaan keterlibatan oknum Polri dalam kecurangan Pilkada beberapa waktu lalu.
Namun, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dengan tegas menolak usulan tersebut. Dalam keterangannya setelah Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara pada 2 Desember, Tito menegaskan bahwa posisi Polri saat ini sudah sesuai dengan hasil reformasi yang menempatkan lembaga tersebut langsung di bawah Presiden.
“Saya keberatan,” ujar Tito. “Memang sudah dipisahkan di bawah Presiden. Itu kehendak reformasi,” lanjut mantan Kapolri itu.
Penolakan ini juga diamini oleh Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya. Ia menyatakan bahwa Undang-Undang telah mengatur posisi Polri di bawah Presiden, sehingga setiap upaya untuk mengubahnya memerlukan revisi undang-undang.
BACA JUGA:Cegah Penyalahgunaan, DPR Usul Polisi Hanya Dibekali Tongkat untuk Patroli, Bukan Senjata Api
BACA JUGA:Pengamat Ekonomi Menilai Anggaran Makan Bergizi Gratis Rp 10 Ribu Per Porsi Terlalu Kecil
“Jika ada perubahan, maka undang-undangnya harus diubah. Dan itu membutuhkan kajian yang matang karena dampaknya akan sangat luas, termasuk pada keuangan negara dan koordinasi antar lembaga,” ungkap Bima.
Ia menambahkan bahwa setiap revisi harus mempertimbangkan konsekuensi yang mungkin muncul, baik dari sisi struktur, anggaran, maupun tata kelola. Oleh karena itu, Bima meminta semua pihak untuk berhati-hati dan mempertimbangkan usulan tersebut secara mendalam sebelum mengambil langkah lebih jauh.
Usulan PDIP ini memicu diskusi hangat, mengingat penempatan Polri di bawah Presiden dianggap sebagai salah satu tonggak penting reformasi pasca-Orde Baru. Perubahan struktur seperti yang diusulkan PDIP dinilai membutuhkan proses yang panjang dan pertimbangan strategis untuk memastikan tidak terjadi disrupsi dalam fungsi keamanan nasional. (JPC)