BELITONGEKSPRES.COM - Status PT Timah Tbk sebagai anak perusahaan di bawah holding BUMN PRT Inalum kembali menjadi sorotan dalam sidang kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Lantas, status ini memunculkan pertanyaan mengenai apakah kerugian yang dituduhkan dalam kasus korupsi timah periode tahun 2015-2024 tersebut termasuk kerugian negara.
Ahli Hukum Bisnis, Nindyo Pramono, yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi ahli dalam persidangan untuk terdakwa Tamron alias Aon pada Senin, 11 November 2024 menyoroti hal ini.
Menurut Nindyo, anak perusahaan BUMN yang tidak memperoleh pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak masuk dalam kategori keuangan negara.
BACA JUGA:KPAI Sorot Aktivitas Tambang Timah Dekat SLB Manggar Beltim, Proses Belajar Anak Terganggu
Hal ini disampaikannya ketika menjawab pertanyaan dari Penasihat Hukum (PH) terdakwa terkait aset holding atau anak BUMN yang sumber dananya bukan berasal dari negara.
Apakah ada holding atau anak BUMN yang kekayaannya bukan berasal dari kekayaan negara?
Nindyo menjelaskan bahwa beberapa perusahaan BUMN yang telah menjual sahamnya di pasar modal menerima dana dari publik, sehingga kekayaan yang masuk bukan sepenuhnya dari negara.
Pendapat ini didasarkan pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tahun 2020, yang menyatakan bahwa jika permodalan berasal dari APBN, maka itu dikategorikan sebagai kekayaan negara, namun jika tidak, maka tidak termasuk keuangan negara.
BACA JUGA:Anak Bos Timah Dituntut 16 Tahun Dinilai Berlebihan, Pengacara Seret Dua Nama Lain
"SEMA tersebut menegaskan bahwa apabila sumber permodalan anak atau cucu perusahaan bukan berasal dari APBN, maka hal tersebut tidak termasuk dalam ranah keuangan negara. Sebaliknya, jika sumbernya adalah APBN atau kekayaan negara yang dipisahkan, maka itu bagian dari kekayaan negara," jelas Nindyo.
PT Timah sendiri telah melakukan Initial Public Offering (IPO) sejak 19 Oktober 1995, dengan harga penawaran Rp2.900 per saham dan jumlah saham sebanyak 176.155.000 lembar.
Penasihat Hukum (PH) terdakwa juga mempertanyakan mengenai status hukum jika suatu perusahaan ingin meningkatkan produksi melalui kerja sama dengan pihak swasta, dengan telah mendapatkan pendapat hukum dari instansi terkait dan audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sementara itu, Kuasa Hukum Aon, Andy Inovi Nababan mengungkapkan adanya ketidaksesuaian prosedur dalam proses penyidikan dan penuntutan kasus yang sedang berlangsung.
BACA JUGA:Tuntutan Penjara Penambang Timah di Beltim Dipersoalkan, Pengacara Sebut Tak Adil