BELITONGEKSPRES.COM - Pengamat hukum dan pegiat antikorupsi, Hardjuno Wiwoho, mengungkapkan harapannya agar pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memperkuat pengawasan terhadap keuangan negara, terutama dalam mengatasi defisit dan utang yang ada.
Prabowo telah menegaskan bahwa pemberantasan korupsi dan pencegahan kebocoran anggaran menjadi fokus utama dalam masa pemerintahannya.
“Komitmen pemerintahan Prabowo dalam melakukan audit dan pengawasan yang ketat terhadap penggunaan anggaran sangat jelas,” kata Hardjuno dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Dia menekankan bahwa langkah ini penting untuk mengurangi beban fiskal negara, meskipun program pembangunan harus tetap berjalan.
BACA JUGA:RI Minat Bergabung dengan BRICS sebagai Bagian dari Diplomasi Bebas Aktif
BACA JUGA:PLN Indonesia Power Raih Pengakuan Internasional dalam Upaya Penurunan Emisi Karbon
Pengawasan yang ketat diperlukan untuk mencegah terjadinya kebocoran anggaran, terutama mengingat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang disahkan pada 17 Oktober 2024 memproyeksikan defisit anggaran sebesar Rp616 triliun.
Sebagian besar defisit ini akan ditutup melalui utang sebesar Rp775 triliun, yang merupakan hasil dari kebijakan utang yang diambil sebelumnya.
Menurut Hardjuno, pemerintahan Prabowo perlu menyeimbangkan antara pembiayaan defisit dan kebutuhan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi serta melindungi kepentingan masyarakat.
Salah satu strategi yang bisa diterapkan adalah memastikan investasi diarahkan ke sektor-sektor produktif yang dapat memberikan dampak positif jangka panjang bagi perekonomian nasional, sambil tetap menjaga efisiensi dalam pengeluaran negara.
BACA JUGA:APTI Minta Presiden Prabowo Tolak FCTC Demi Kelangsungan Petani Tembakau
“Dengan meminimalkan risiko korupsi dan kebocoran anggaran serta mengarahkan utang ke sektor yang produktif, saya percaya pemerintahan Prabowo bisa mengelola defisit dengan lebih baik, meskipun tantangannya tidak ringan,” ungkapnya.
Hardjuno juga mengingatkan bahwa pengelolaan defisit memerlukan kebijakan fiskal yang disiplin dan hati-hati, serta perlu adanya reformasi struktural dalam pengelolaan utang.
Ia menekankan pentingnya efisiensi dalam penggunaan utang untuk kepentingan rakyat secara luas, bukan hanya untuk proyek-proyek jangka pendek.