BELITONGEKSPRES.COM - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) berkomitmen untuk menerima kritik dan masukan terkait penyusunan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) serta zonasi penjualan dan iklan produk tembakau dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.
Kebijakan ini, inisiatif Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, mendapat sorotan karena dianggap berdampak negatif.
Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham, Roberia, mengakui bahwa banyak aspirasi dari pihak yang terdampak tidak terakomodasi dalam kebijakan ini.
Ia menekankan pentingnya melihat semua aspek ketika ada warga yang dirugikan dan memastikan regulasi bermanfaat untuk semua.
BACA JUGA:Mencegah Penyanderaan: Jokowi Minta Pendampingan TNI-Polri dalam Kegiatan di Papua
BACA JUGA:Presiden Jokowi Kagum oleh Alutsista Buatan Dalam Negeri di HUT TNI Ke-79
Roberia juga menjelaskan bahwa penyusunan PP 28/2024 memerlukan waktu lama karena banyak masukan dari industri hasil tembakau.
Syaifullah Agam dari Kemenparekraf menyayangkan minimnya partisipasi publik dalam perumusan kebijakan, yang seharusnya melibatkan berbagai pihak untuk mencari solusi terbaik.
Ia juga mengingatkan risiko meningkatnya produk ilegal jika kemasan polos tanpa merek diterapkan.
Benget Saragih dari Kemenkes menegaskan bahwa RPMK dan PP 28/2024 bertujuan mencegah anak-anak merokok, bukan menyuruh orang berhenti. Namun, ia mengakui partisipasi yang minim dalam proses penyusunan regulasi tersebut.
Presiden Joko Widodo sebelumnya mengingatkan pentingnya menjaga stabilitas dan situasi kondusif selama masa transisi pemerintahan untuk menghindari gejolak.(jpc)