Paralimpiade Paris dan Kesetaraan yang Kian Dimuliakan

Kamis 29 Aug 2024 - 21:51 WIB
Oleh: Jafar M Sidik

Sekitar 1.200 orang dipenggal dengan guillotine di sana, termasuk Raja Louis XVI, permaisuri Marie Antoinette, dan pemimpin revolusi itu sendiri, Maximilien Robespierre.

BACA JUGA:Ikhtiar Menanggulangi Mpox

Setelah periode penuh darah nan teror itu berakhir pada 1795, lapangan itu dinamai dengan Place de la Concorde seperti dikenal hingga sekarang.

Pada 1836, atas perintah Raja Louis Philippe, obelisk berusia 3.300 tahun yang dihadiahkan pemerintah Mesir kepada Prancis pada 1829, ditempatkan persis di tengah alun-alun tersebut.

Sejak berubah nama menjadi Place de la Concorde, sudut kota Paris yang setiap tahun menjadi tempat finis untuk balap sepeda terkenal di dunia Tour de France itu, menjadi simbol perdamaian dan harmoni.

Tak mengherankan jika Prancis memilih Place de la Concorde sebagai panggung utama upacara pembukaan Paralimpiade Paris 2024, karena tempat ini memang sarat maknawi dan filosofis.

BACA JUGA:Inovasi Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan

Place de la Concorde sudah menjadi perlambang warisan filosofis, sastra, dan budaya yang menurut Komite Paralimpiade Internasional (IPC) sendiri dianggap selaras dengan nilai-nilai Paralimpiade.

Place de la Concorde memang sungguh simbol kesetaraan dan persaudaraan yang selalu diagungkan dalam semua arena olahraga, terlebih Paralimpiade.

Tapi atlet-atlet Paralimpiade tak butuh diistimewakan dan dikasihani.

Mereka ingin dihargai karena usaha keras dan proses panjang yang mereka lalu untuk sampai di panggung Paralimpiade, persis rekan-rekan mereka yang berkompetisi dalam Olimpiade lalu.

Tentang tekad menang

IPC sampai perlu membuat pedoman bagaimana wartawan melaporkan atlet-atlet paralimpik atau atlet-atlet para ini.

BACA JUGA:Mewujudkan Indonesia Layak Anak Lewat Pemberian Nutrisi Adekuat

Di antara pedoman itu adalah anjuran menghindarkan penggunaan kata-kata emosional, seperti "tragis", "cacat", dan "korban". IPC tak ingin atlet para dilukiskan sebagai manusia tidak biasa.

Melebih-lebihkan prestasi atlet para, secara tidak sengaja menunjukkan bahwa harapan awal mereka tidaklah tinggi. Dan ini merendahkan mereka.

Kategori :