JAKARTA, BELITONGEKSPRES.COM - Indonesia menghadapi tantangan serius sebagai negara yang terlibat dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO), menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).
Dalam diskusi media bertema "Perempuan Merdeka dari Ancaman Tindak Pidana Perdagangan Orang" yang diadakan pada Kamis, 1 Agustus 2024, Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan TPPO, Prijadi Santoso, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kelompok yang paling rentan menjadi korban, yaitu perempuan dan anak-anak.
Perempuan dan anak-anak sering kali dipaksa menjadi pekerja, terjebak dalam pernikahan paksa, atau dieksploitasi dalam industri prostitusi.
"Anak-anak yang menjadi korban seringkali diperdagangkan melalui adopsi ilegal," kata Prijadi. Ketidaksetaraan gender memainkan peran besar dalam kerentanan ini.
BACA JUGA:Prabowo Sampaikan Hasil Kunjungan Kerja Eropa kepada Presiden Jokowi
BACA JUGA:Alami Kendala, Bandara IKN Belum Bisa Beroperasi pada 17 Agustus
Akses perempuan terhadap pendidikan dan peluang kerja lebih terbatas dibandingkan laki-laki, membuat mereka lebih mudah terperangkap dalam janji pekerjaan dan penghasilan tinggi yang ternyata menipu.
Kemiskinan menjadi faktor utama yang mendorong migrasi dan TPPO, sementara gaya hidup konsumtif menambah kerentanan anak-anak. Banyak yang mencari cara cepat untuk mendapatkan uang atau barang mewah, meskipun dengan cara yang tidak semestinya.
Prijadi juga mencatat bahwa Indonesia berfungsi sebagai negara asal, tujuan, dan transit untuk TPPO, yang semakin memperumit upaya pemerintah dalam menekan kasus ini.
"Tingginya jumlah korban ini disebabkan oleh fakta bahwa Indonesia berfungsi sebagai negara asal, tujuan, dan juga transit dalam kasus TPPO," pungkasnya (dis)