Setiap tanggal 1 Juni media sosial kita dipenuhi unggahan ucapan selamat Hari Pancasila. Ucapan tersebut sudah semestinya tak hanya dilafalkan di dinding media sosial, namun harus mewujud dalam budaya digital.
Di momen Hari Pancasila tahun ini, saya mendapat kesempatan untuk bicara mengenai penerapan budaya digital dan budaya Pancasila pada program Literasi Digital Nasional Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), yang mengambil tema "Makin Cakap Digital" di Kabupaten Sarolangun, Jambi.
Pancasila sebagai identitas yang tak terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari, pandangan hidup yang dihayati dan dipraktikkan, dan menjadi tujuan kolektif dalam berbangsa dan bernegara.
Yudi Latif dalam buku “ Reaktulisasi Pancasila” menyebut bahwa pancasila sebagai sumber moral privat dan komunitas, Pancasila memengaruhi kehidupan kita secara efektif, tak hanya dipahami lewat upacara atau ucapan selamat Hari Pancasila, tapi harus mengakar dalam kehidupan sehari-hari.
Pancasila juga tak boleh dipisahkan dengan kehidupan digital, yang mana waktu dan tenaga kita banyak dihabiskan dengan media sosial dan aplikasi percakapan, loka pasar, dompet digital, dan aktivitas digital lainnya di berbagai sektor kehidupan.
BACA JUGA:Pancasilais Dalam Dialektika Demokrasi Kita
BACA JUGA:Eco-vision Calon Kepala Daerah Menuju Masa Depan Berkelanjutan
Perbincangan mengenai budaya digital dengan budaya Pancasila menjadi menarik untuk kita diskusikan. Penerapan nilai Pancasila dalam budaya digital perlu diformulasikan secara tepat, agar mampu membumikan Pancasila pada netizen yang didominasi oleh generasi native digital yang akrab kita sapa gen Z.
Kominfo melalui program Makin Cakap Digital merumuskan tiga poin yang perlu dilakukan untuk penerapan Pancasila dalam budaya digital, diantaranya: Pertama, Pengetahuan dasar nilai-nilai Pancasila untuk menjadi landasan kecakapan digital dan pedoman perilaku bagi warga digital.
Kedua, memproduksi dan membagikan konten-konten digital yang berlandaskan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Ketiga, partisipasi dan kolaborasi dengan berbagai pihak lintas budaya, etnis, suku, dan agama dalam menghidupkan spirit Pancasila dan kebhinekaan.
Problem budaya digital
Ada banyak masalah yang kita hadapi di media sosial, mulai dari ujaran kebencian, berita bohong, konten asusila, pemerasan, pengancaman dan penyadapan, propaganda gerakan ekstrim, dan teror, yang kesemua itu dapat merusak nilai Pancasila.
Fenomena lain berupa cyberbullying, masih segar di ingatan, pertandingan Indonesia di piala Asia. Ketika timnas melaju ke semifinal, suporter digital kita memuji secara fanatik, namun ketika kalah mereka kecewa dan melampiaskan hinaan dan cacian.
Mereka menumpahkan kekesalan dan amarah pada wasit dan pemain timnas. Suporter kita juga melayangkan komentar rasis ke akun media sosial pemain Guinea pasca kekalahan playoff olimpiade.
BACA JUGA:Luasnya Peluang Ekspor Durian Indonesia