Anomali Penggunaan AI di Kalangan Pelajar

Selasa 26 Aug 2025 - 20:34 WIB
Oleh: Ares Faujian

BELITONGEKSPRES.COM - Bagaikan air bah yang datang tiba-tiba, kehadiran Artificial Intelligence atau AI di dunia pendidikan mengubah cara belajar pelajar secara drastis. Survei terhadap lebih dari 6.300 mahasiswa di Jerman menunjukkan hampir dua pertiga pelajar telah menggunakan alat berbasis AI seperti ChatGPT dan GPT-4 dalam studi mereka, terutama untuk menjawab pertanyaan dan memahami konsep pelajaran (Von Garrel & Mayer, 2023).

Namun, di balik manfaat AI, muncul anomali. Pelajar kini memanfaatkannya bukan hanya untuk belajar, tetapi juga untuk menyontek, membuat tugas tanpa pemahaman, hingga mengurangi kemampuan berpikir kritis. Banyak pelajar kini mengandalkan AI untuk menyusun esai atau tugas sekolah secara instan, sehingga kreativitas dan kemampuan analisis mereka menurun (Zhai et al., 2024).

Contohnya, pelajar SMA yang menggunakan ChatGPT, Deepseek dan AI label lainnya untuk mengerjakan seluruh tugas esai tanpa membaca materi. Akibatnya, ia tidak memahami isi pelajaran dan kesulitan saat ujian lisan. 

Artificial Intelligence (AI) adalah sistem komputer yang mampu melakukan tugas-tugas yang biasanya memerlukan kecerdasan manusia, seperti memahami bahasa, memecahkan masalah, dan belajar dari pengalaman (Von Garrel & Mayer, 2023; Bouteraa et al., 2024). Dalam pendidikan, AI digunakan untuk membantu pelajar memahami materi, mencari referensi, hingga membuat ringkasan pelajaran.

BACA JUGA:Fintech, AI, dan Perlindungan Konsumen di Era Keuangan Inklusif

BACA JUGA:Indonesia Darurat Judi Online!

AI juga menawarkan personalisasi pembelajaran dan akses informasi yang cepat, sehingga pelajar dapat belajar kapan saja dan di mana saja. Namun, penggunaan yang tidak bijak dapat menimbulkan masalah etika, ketergantungan, dan penurunan kualitas pembelajaran (Zhai et al., 2024; Bouteraa et al., 2024).

Dari perspektif sosiologis, anomali penggunaan AI di kalangan pelajar dapat dianalisis melalui beberapa analisis sosiologis. Pertama, teori ketimpangan digital yang menyoroti bahwa akses terhadap AI tidak merata, sehingga pelajar dari kelompok ekonomi kuat lebih mudah memanfaatkan AI, sementara yang lain tertinggal, memperlebar jurang prestasi (Fadden et al., 2024; Davies et al., 2020). Hal ini terutama terjadi pada daerah tertinggal dan pedalaman, yang pada akhirnya akan mengalami ketimpangan pendidikan dan teknologi.

Kedua, terjadinya fenomena over-reliance atau ketergantungan berlebihan pada AI, yang menyebabkan pelajar cenderung menerima jawaban AI tanpa berpikir kritis, sehingga kemampuan analisis dan kreativitas menurun (Zhai et al., 2024). Hal ini juga menimbulkan masalah etika seperti plagiarisme dan integritas akademik (Bouteraa et al., 2024).

Tentunya kita tidak ingin ada dokter yang salah mendiagnosis penyakit kita di masa depan. Kita tidak mau ada arsitek yang salah pengukuran bangunan fasilitas publik kedepannya. Kita juga tak ingin ada birokrat atau legislator yang tidak kritis terhadap problematika sosial di masyarakatnya.

Solusi utama pada permasalahan ini adalah meningkatkan literasi AI dan etika digital di kalangan pelajar dan pendidik. Sekolah perlu mengintegrasikan pelatihan penggunaan AI secara bijak, menekankan pentingnya berpikir kritis, dan membuat pedoman etika yang jelas (Zhai et al., 2024; Bouteraa et al., 2024; Fadden et al., 2024).

BACA JUGA:Memerangi Krisis Karakter: Solusi Pendidikan Masa Kini

BACA JUGA:AI Indonesia: Diatur oleh Etika atau Undang-Undang

Sekolah atau guru perlu mengganti penilaian pembelajaran menjadi penilaian atau ujian lisan dan praktik/ projek pembelajaran. Sehingga praktik atau produk penilaian pelajaran memang langsung dikerjakan oleh siswa, dengan tidak bisa dikerjakan oleh AI secara nyata (luring).

Pada akhirnya, jika tidak diimbangi kebijaksanaan, AI di tangan pelajar bisa menjadi pedang bermata dua yang menusuk harapan masa depan pendidikan. Maka dari itu, perlu bagi sekolah, kalangan pendidik dan orang tua untuk mengawal anak-anak kita agar tidak terjerumus pada kesesatan yang memudahkan. AI adalah anugerah, namun juga bisa menjadi musibah. Mari kita jaga generasi penerus bangsa ini.

Kategori :