BACA JUGA:Membangun Timnas Putri Indonesia Lewat 'Tangan Besi' Satoru Mochizuki
Jika dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS), kecenderungan pemakaian bahasa daerah di kalangan anak muda memang semakin berkurang.
Berdasarkan data BPS, proporsi penduduk kelahiran tahun 2013 ke atas atau dikenal dengan kelompok Post Gen Z yang menggunakan bahasa daerah ke tetangga atau kerabat hanya 61,70 persen. Kemudian, hanya 69,9 persen penduduk dari generasi Z, atau yang lahir pada rentang tahun 1997 2012, yang menjadi penutur bahasa daerah.
Di kalangan generasi milenial ada sekitar 72,26 persen penduduk yang menggunakan bahasa daerah saat berkomunikasi dengan tetangga atau kerabat. Sebanyak 75,24 persen penduduk Generasi X juga memakai bahasa daerah ketika berbincang dengan tetangga atau kerabat.
Sebanyak 80,32 persen generasi "baby boomer" menggunakan bahasa daerah ketika berkomunikasi dengan tetangga atau kerabat. Adapun, proporsi generasi "pre-boomer" yang menuturkan bahasa daerah mencapai 85,24 persen.
BACA JUGA:HPN 2024, Pemilu dan Konstruksi Demokrasi Berkualitas
Dari proporsi tersebut terlihat kecenderungan semakin berkurangnya penutur bahasa daerah dari generasi ke generasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud RI pada tahun 2017 melaporkan, sebanyak 11 bahasa daerah di Indonesia telah punah, dengan Maluku sebagai wilayah yang paling banyak mengalami degradasi bahasa daerah.
Di antara bahasa yang telah punah itu adalah bahasa Tandia dan Mawes di Papua, serta bahasa Kajeli, Piru, Moksela, Hukumina, Hoti, Nila, dan bahasa Serua di Maluku dan Maluku Utara.
Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi juga mencatat ada 25 bahasa daerah di Indonesia yang terancam punah, dan enam dalam kondisi kritis. Penyebabnya karena penutur bahasa daerah yang semakin sedikit, usianya juga di atas 20 tahun, sedangkan generasi tua juga tidak menggunakan bahasa daerah tersebut kepada keturunannya.
Faktor penyebab
BACA JUGA:Daya Juang Sukarelawan yang Memenuhi Panggilan Kemanusiaan
Dari sekian ratus bahasa daerah yang dimiliki Indonesia, Pulau Papua memiliki bahasa lokal terbanyak, yaitu 428 bahasa lokal, menurut data Kemendikbudristek.
Jumlah ini tentu sangat banyak jika dibandingkan dengan populasi di pulau terbesar di Indonesia itu yang hanya tercatat tidak lebih dari enam juta jiwa. Artinya, jumlah penutur tiap-tiap bahasa lokal itu secara alami memang tidak banyak.
Bandingkan dengan Pulau Jawa, yang memiliki jumlah bahasa lokal paling sedikit, yaitu 10 bahasa lokal, sementara populasinya paling padat sekitar 150 juta jiwa.
Penyebab utama berkurangnya penutur bahasa daerah adalah karena para penutur asli tidak lagi mewariskan bahasa daerah ke generasi berikutnya. Biasanya ini terjadi akibat perkawinan antarsuku atau perkawinan antarbangsa.