Progres Relasi Indonesia-China

Minggu 29 Dec 2024 - 20:49 WIB
Oleh: Desca Lidya Natalia

Di bidang pertahanan keamanan, kedua pemimpin sepakat untuk meningkatkan mekanisme dialog di bidang pertahanan, mengadakan latihan militer bersama termasuk untuk latihan penanggulangan bencana. Tidak ketinggalan kerja sama pemberantasan narkoba, kontra-terorisme, imigrasi, memperkuat penegakan hukum, memerangi kejahatan transnasional, perjudian lintas batas, penipuan telekomunikasi dan siber.

Di luar kerja sama antarpemerintah, ada juga kerja sama antarkorporasi Indonesia-China senilai total 10,07 miliar dolar AS atau sekitar Rp159,93 triliun untuk bidang manufaktur canggih, energi terbarukan, kesehatan, hilirisasi, ketahanan pangan, dan keuangan.

Namun, kritik juga diajukan terkait butir ke-9 kesepakatan itu karena menyebut kedua negara akan bersama-sama membuat lebih banyak titik terang dalam kerja sama maritim termasuk untuk area yang mengalami klaim tumpang tindih dan sepakat untuk membentuk Komite Pengarah Bersama. Area tumpang tindih yang dimaksud adalah batas wilayah China yang dikenal dengan Nine Dash Lines yang beririsan dengan dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Natuna Utara.

BACA JUGA:Desa Lalang, Pusat Denyut Budaya di Belitung Timur!

Menjawab kritik tersebut, Kementerian Luar Negeri Indonesia langsung mengeluarkan pernyataan pers resmi yang menyebut kesepakatan bersama tersebut tidak dapat dimaknai sebagai pengakuan atas klaim 9-Dash-Lines karena Indonesia selalu pada posisi bahwa klaim tersebut tidak memiliki basis hukum internasional dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982 sehingga kerja sama tidak berdampak pada kedaulatan maupun yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara.

Memanfaatkan kesempatan

Pada awal November 2024 sebelum kunjungan Prabowo ke China, media "Reuters" mengeluarkan laporan mengenai perusahaan panel listrik tenaga surya China yang berangsur-angsur memindahkan perusahaannya ke wilayah yang tidak berada di area penetapan tarif dagang Amerika Serikat.

Pada 2012, sebagai tanggapan atas keluhan dari produsen AS, SolarWorld, pemerintahan Presiden Obama menetapkan bea masuk sekitar 36 persen pada sel dan panel surya asal China. Bahkan pada 2018, Presiden Donald Trump mengumumkan produk panel surya buatan China dikenakan tarif tambahan sebesar 25 persen yang menyebabkan pangsa impor panel surya China ke AS turun menjadi kurang dari 1 persen.

BACA JUGA:Kasus Judi 'Online' yang Pernah Menyeret Para Pesohor

China kemudian memindahkan produksi panel suryanya ke pabrik-pabrik di Thailand, Malaysia, Kamboja, dan Vietnam, yang hasilnya adalah 80 persen panel surya AS berasal dari negara-negara tersebut.

Departemen perdagangan AS kemudian menerapkan tarif baru kepada perusahaan-perusahaan tertentu di negara tersebut, yaitu 14,72 persen untuk impor dari Hanwha Q Cells Malaysia Sdn Bhd; 3,47 persen untuk impor dari entitas JinkoSolar Holding Co Ltd di Malaysia; 0,14 persen untuk Trina SOlar Science Technology dari Thailand; dan 2,85 persen untuk Ja Solar Technology Co dari Vietnam.

Perang dagang tersebut memberikan kesempatan bagi Indonesia yang letaknya berdekatan dengan negara-negara terkena tarif untuk menjadi tujuan relokasi industri panel surya karena tidak terkena pengenaan tarif oleh AS.

Selama 18 bulan terakhir, setidaknya empat pabrik baru dari China atau yang terkait dengan China telah mulai beroperasi di Indonesia dan Laos, dan dua proyek lain juga sudah diumumkan. Secara keseluruhan, proyek-proyek tersebut punya kapasitas produksi panel surya sebesar 22,9 gigawatt (GW).

Sebagian besar produksi tersebut akan dijual di AS karena harga di AS rata-rata 40 persen lebih tinggi dibanding di China sendiri.

BACA JUGA:Estafet Kepemimpinan Jokowi-Prabowo Menuju Indonesia Maju-sejahtera

Salah satunya adalah PT Thornova Solar Indonesia yang menyebut dalam situs webnya bahwa pabrik di Indonesia memiliki kapasitas tahunan memproduksi panel surya 2,5 GW untuk pasar Amerika Utara. Thornova Solar adalah anak perusahaan dari Yuncheng Solar Technology Group yang berpusat di Wuxi, China. Masih ada juga Trina Solar yang berkongsi dengan grup Sinar Mas mendirikan pabrik dengan kapasitas panel solar 1 GW.

Ekspor panel solar dari Indonesia ke AS pun melonjak hampir dua kali lipat menjadi 246 juta dolar AS hingga Agustus 2024, menurut data AS.

Kategori :